Minggu, 10 Maret 2013

Wajah Kaltim Hari Ini



Wajah Kaltim Hari Ini
oleh Nugrasius
Dipublikasikan Kaltimpost September 2007

            Sampai tahun 2005 produksi batubara Kaltim kira-kira sebesar 80 juta ton (dinas pertambangan dan energi Kaltim). Jika mengambil harga batubara rata-rata per tonnya $40 dengan harga kurs 1 $ = Rp 9000,-, maka Kaltim telah mengeluarkan kekayaannya di sektor pertambangan batubara sampai tahun 2005 sebesar 28,8 triliun rupiah. Sebuah angka yang fantastis.
Potensi batubara di kaltim hingga saat ini diketahui 19,567 triliun ton (7.044.120 triliun rupiah) dan cadangannya (sudah dihitung) sekitar 2,410 triliun ton (Rp 867.600.000.000.000.000 rupiah). Kita baru mengkalkulasi kasar kekayaan Kaltim dari sektor pertambangan batubara, belum bicara terkait minyak dan gas bumi yang jumlahnya tentu lebih besar, belum lagi sektor kehutanan dan kekayaan alam lainnya. Ini sebuah karunia yang Maha Akbar dari Tuhan, dan sebuah tantangan bagi masyarakat Kaltim bagaimana mengelola kekayaannya.
Ironisnya, kekayaan dalam angka di atas tidak nampak dalam segala segi kehidupan masyarakat Kaltim. Semua melihat bagaimana infrastruktur yang cenderung mengesankan sebagai propinsi miskin. Tidak perlu berbicara soal pedalaman yang terisolasi. Kita bisa berkaca dari ibukota propinsi Samarinda, jalanan rusak dan sekolah hampir roboh sempat tampil sebagai berita panas di bebagai media. Tingkat kelulusan sekolah dan buta aksara masih menjamur di Kaltim.
Propinsi ini kaya namun masyarakat miskin masih dominan. Propinsi ini punya batubara, hutan, minyak dan gas bumi melimpah, namun jadwal pemadaman listrik menjadi iklan di koran-koran. Banjir masih menghantui di kota-kota sentralnya. Tingkat pendapatan masyarakat pun masih terlalu rendah.
Ada sebuah wacana bahwa ini disebabkan keserakahan pusat yang hanya menguras kekayaan Kaltim seperti sapi perasan. Namun mengembalikan hanya segelintir dari harta benda tanah Kaltim.  Penghapusan DAU yang santer diperdebatkan hanya satu dari sekian ketidakadilan (atau mungkin bermakna penajajahan) pusat terhadap daerah. Pada sisi lain tidak kalah opini kuat mengatakan bahwa koruptor juga merajalela bermain-main di bumi kaya ini. Panjangnya daftar nama antrian di KPK sampai yang benar-benar dalam hunian (tersangka). Polemik 16 milyar Dprd Kaltim, 270 milyar KPUD, uang jalan-jalan aleg sampai megaporyek ratusan milyar tak kunjung selesai (jalan trans, jembatan mahkota dua, Islamic Center dll) di tengah masyarakat yang masih sulit mencari sesuap nasi.
Pada sisi lain kita juga menemukan sulitnya mencari manusia-manusia kritis yang berani mengawal pembangunan di kaltim agar efisien, efektif dan benar-benar bersih dari korupsi. Sebuah ironis dimana kalangan akademisi dari dosen dan mahasiswa hanya sibuk dengan perkuliahannya tanpa rasa dan upaya kritis memberikan cakrawala intelektualnya untuk kemajuan propinsi Kaltim. Sangat jarang kita temukan tulisan-tulisan di media dan aksi kritis dari civitas Universitas Mulawarman dalam berkontribusi terhadap pembangunan daerah yang kian sakit.
Kekayaan yang timpang dengan pembangunan tentu harus disikapi segera oleh seluruh masyarakat Kaltim. Ini bukan hanya urusan gubernur dan aleg, ini juga urusan tukang ojek sampai penjual bakso. Membangun kaltim bukan hanya pada momen pilkada atau pilgub namun setiap hari kita harus mencermati bagaimana wujud program dan janji pemerintah kemarin, hari ini dan hari esok.
Kita bersyukur beberapa media telah membantu transparansi dalam pembangunan dan membangun budaya kritis dari masyarakat baik melalui publikasi sms curhat sampai berita-berita yang berupaya mengejar potensi korupsi. Sudah saatnya kita belajar mengelola kekayaan dengan arif dan bijak. Masih ada anak cucu yang juga perlu menikmati harga 1 ton batubara, harga 1 barel minyak bumi dan harga 1 kubik kayu.
Perlu kebijakan berani dari pemda yang jujur agar kekayaan kaltim kembali kepada masyarakatnya, bukan lari (atau dilarikan keluar Kaltim). Seperti rencana proyek pipaisasi gas bontang yang sangat merugikan kaltim (bukan tidak mungkin di tengah laut jawa ada pipa misterius yang disabot dari jalur pipa tersebut seperti yang ditemukan di Balikpapan).
Setelah melihat sketsa kasar wajah Kaltim hari ini, tidak cukup jika hanya merasa sakit hati atau jengkel. Perlu sebuah rumusan pemikiran bersama, perlu sebuah aksi yang mengejawantah agar persoalan kekayaan alam ini bisa dinikmati seluruh masyarakat Kaltim. Tidak sebatas wacana dan seminar-seminar tentang pembangunan Kaltim namun diwujudkan dalam program-program yang integratif , transparan dan melibatkan masyarkat Kaltim sebagai penggerak roda sosial ekonomi. Jika tidak, maka relakanlah ratusan triliun itu dimakan tikus-tikus berdasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar