Senin, 27 Agustus 2018

Gubernur Baru dan Proyeksi Pertambangan Kaltim

Gubernur Baru dan Proyeksi Pertambangan Kaltim
Kaltimpost / TribunKaltim 28 Agustus 2018

Perekonomian Kaltim saat ini ditopang oleh 45% industri ekstraksi khususnya pertambangan batubara. Artinya hampir separuh roda perekonomian dan Penghasilan Asli Daerah signifikan dipengaruhi naik turunnya produksi batubara daerah. Kita dapat melihat ketika harga batubara melejit di tahun 2011-2012, dampaknya APBD Kaltim berada pada era keemasannya. Sebaliknya ketika harga batubara menurun dari 2013 dan terus meluncur sampai 2016, grafik APBD Propinsi dan kabupaten kota mengikuti hal yang sama, defisit.
Mau tidak mau, suka tidak suka, pertambangan batubara dengan dampak positif dan negatif nya perlu disikapi dengan bijak oleh stake holder bersama masyarakat, agar industri pertambangan berimplikasi baik untuk pembangunan ke depan, meski terdapat beberapa permasalahan sosial seperti korban tenggelam di kolam bekas tambang maupun masalah lingkungan.
Pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten kota telah menerbitkan Ijin Usaha Tambang sebanyak 1.404 IUP dari generasi awal hingga akhir di Kalimantan Timur dengan luas berkisar 5,2 juta hektar. Dari jumlah yang cukup besar tersebut, 506 IUP sudah berada tahap Ijin Produksi. Sejak tahun 2012 dengan dimulainya upaya perbaikan tata penambangan di seluruh wilayah Indonesia melalui proses Clear & Clear, pemerintah mengklaim telah mencabut 406 IUP, hampir separuh ijin.
Belasan IUP di sekitar kota Samarinda juga telah dicabut walaupun dampak negatifnya masih berjalan dengan terbukanya catchment area, lubang tambang yang membutuhkan dana recovery miliaran rupiah, sementara jaminan reklamasi kurang berjalan balik pada tahun 2010-an. Potensi banjir dan kematian warga pada lubang tambang sangat merugikan masyarakat ibukota Samarinda khususnya dan Kaltim umumnya, diluar kemampuan APBD dalam penanganannya. Padahal secara statistik Kaltim memproduksi rata-rata 200 juta metrik ton batubara pertahun, atau berkisar 40% produksi nasional. Tahun 2017 dihasilkan 82 juta metrik ton dari IUP dan berkisar 110 juta dari PKP2B (ijin pusat).
Jika 200 juta metrik ton dikali harga menengah batubara $45 per ton maka diperoleh gross revenue $9.000.000.000 atau 126 triliun rupiah (kurs 14.000). Asumsi keuntungan bersih 20%, maka diperkirakan perolehan profit net 25,2 triliun rupiah, atau tiga kali APBD Kaltim (enam kali PAD Kaltim). Jika dihitung melalui Pajak Penghasilan 7% dan Royalti, asumsi harga $45, royalty IUP 5% (menengah) dan PKP2B 13,5%, maka diperoleh penghasilan negara 21 triliun rupiah. Dari penghasilan besar tersebut ditambah migas dan lain-lain, Kaltim hanya memperoleh Dana Perimbangan 4 triliun rupiah rata-rata tiap tahunnya. Sementara 17 triliun disedekahkan untuk Negara, akan tetapi dampak lingkungannya hanya masyarakat Kaltim yang merasakan. Miris.
Dari gambaran di atas, menjadi gambaran tantangan bagi Gubernur baru terpilih, Bpk Isran Noor yang sudah sangat familiar dengan tambang semasa di Kutai Timur dan Wakil Gubernur baru terpilih Bpk Hadi Mulyadi yang lebih banyak bergelut di bidang pendidikan. Ada tiga poin yang dapat menjadi perhatian pemimpin baru ke depan untuk meningkatkan pembangunan Kaltim yang lebih optimal dan mensejahterakan masyarakat.
Pertama, menyusun perencanaan (atau merevisi) terkait tata penambangan 30 atau 50 tahun ke depan. Secara cadangan, Kaltim masih menyimpan cadangan batubara terbukti lebih 2 milyar metrik ton, terdiri dari lebih 1 milyar metrik ton di Wahau, lebih 500 juta metrik ton di Kutai Barat-Mahakam Ulu, sisanya lebih 500 juta metrik ton di Kabupaten lainnya. Umur tambang diperkirakan masih sampai 100-300 tahun ke depan (tergantung produksi tahunan). Wahau-Mahakam Ulu, belum terjamah karena berada di pedalaman, proses transportasinya yang cukup panjang dan cost yang tinggi sehingga penambang/investor masih memilih memaksimalkan wilayah hilir untuk eksploitasi.
Berbeda dengan Kalteng dimana batubara pada wilayah hulu (Puruk Cahu, Muara Teweh) sudah dieksploitasi meski highcost namun kalori yang tinggi menjadikannya tetap menggiurkan. Adapun Wahau proses transportasi sedang dalam pengerjaan, diperkirakan akan tumbuh kota baru ramai 5 tahun ke depan. Sementara Mahulu jika ingin meningkatkan PAD dan tentu berdampak pada penguatan dana infrastruktur jalan, perlu memikirkan pembukaan tambang baru 1-2 untuk menggenjot perekonomian kabupaten. Secara lingkungan lahan terganggu dari tambang hanya 1/5 jika dibandingkan industri sawit, namun secara penghasilan Negara, industri tambang justru menyumbang 5 kali lebih besar dibandingkan perkebunan kelapa sawit. Diharapkan pemerintah kabupaten propinsi mengkaji lebih mendalam terkait hal tersebut.
Untuk meningkatkan PAD pemprov perlu menambah BUMD baru dalam menggarap industri tambang seperti yang telah berjalan pada PT. MSJ Separi. Dengan adanya BUMD-BUMD baru tersebut bersama skema kerjasama investasi dari Bank Kaltim diharapkan signifikan meningkatkan Penghasilan Daerah hingga berdampak pada bertambahnya APBD Kaltim ke depan.
Kedua, perbaikan tata kelola lingkungan akibat dampak pertambangan yang cukup berdampak negatif di sekitar kota Samarinda. Pemerintah perlu lebih bertindak tegas untuk menutup IUP-IUP yang beroperasi baik ilegal maupun proses penambangan yang tidak mengikuti kaidah yang benar dan merusak lingkungan. Dengan berpindahnya kewenangan ijin tambang dari kotamadya ke propinsi, maka pekerjaan rumah yang belum selesai oleh Gubernur sebelumnya mesti dituntaskan oleh Bpk Isran Noor. Tambang kecil yang tidak membawa manfaat bagi penghasilan Negara dan hanya menguntungkan pihak tertentu yang tidak peduli reklamasi harus sanksi atau dicabut IUPnya.
Penanganan banjir di kota Samarinda tidak akan selesai jika masalah tambang ilegal atau tanpa reklamasi belum diselesaikan terlebih dahulu. Fokus pengurangan catchment area hanya bisa dilakukan apabila tambang tersebut selesai beroperasi, dan yang telah selesai harus dimaksimalkan pekerjaan reklamasinya dari jaminan reklamasi ataupun dana lain dari investor sebagai kewajibannya. Sebagaimana kejahatan Narkoba dalam penanganannya membentuk BNN, maka kejahatan tambang perlu badan yang memiliki kewenangan dan profesional mengingat satgas terkait saat ini masih kurang maksimal dalam evaluasi dan punishment sehingga bencana lingkungan masih terjadi.
Ketiga, Dana Perimbangan yang masih kecil diterima Kalimantan Timur, menjadi PR bagi pemprov bersama wakil rakyat DPR RI/DPD RI untuk memperjuangkan hak Kaltim ke depan. Sedekah Kaltim ke pusat yang lebih besar pasak daripada tiang perlu dirasionalisasi, Bpk Isran Noor dan Bpk Hadi Mulyadi perlu kembali bergerak bersama rakyat Kaltim untuk menekan pemerintah pusat agar bisa lebih proposional terhadap propinsi penyumbang penghasilan Negara yang besar. Seluruh rakyat Kaltim siap berjuang bersama. Merdeka.


Nugrasius, ST
Kompeten Person Cadangan Coal (CPI CD)
Anggota Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI)