Visi Kutai Barat, mau kemana ?
Tribunkaltim 1 Januari 2014 hal. 7
Oleh Nugrasius ST
Ketua FPB Kaltim dan pemerhati Kubar
Dalam usianya yang sudah 14 tahun,
Kutai Barat (Kubar) yang kini menginjak masa 'ABG' mengalami
perkembangan signifikan. Namun, kemanakah arah cetak biru kabupaten ini
ke depan ?
Dengan kondisi geografis dan luas yang mirip Negara Swiss,
Kubar memiliki potensi besar dalam hal Sumber Daya Alam berupa hasil
hutan, kebun, tambang dan perikanan. Berbeda dengan Swiss yang memiliki
Sumber Daya Manusia handal hingga mengantarkan negara itu sebagai negara
terkaya dunia diurutan ke 12 karena industri pengolahannya, Kubar perlu
menjadi Swiss sebagai percontohan model visi ke depan sehingga
ketergantungan terhadap aspek SDA bisa seimbang dengan peningkatan SDM
mumpuni.
Visi adalah tujuan akhir dari berbagai program, langkah,
rencana yang dijabarkan. Imajinasi akhir yang ingin dicapai, haruslah
jelas, terukur dengan tahapan yang detail dengan analisa SWOT dan
feasibility-nya. Berubahnya simbol Kubar dari Burung Enggang menjadi
Macan Dahan, apakah nantinya menjadi Ayam Jantan, atau menjadi simbol
lain lagi, menunjukkan instabilitas politik dan belum matangnya dari
arah kabupaten yang sedang menjalani masa akil baligh ini.
Ada 4 aspek yang menjadi perhatian sebagai pilar penting Kabupaten Kubar ke depan.
Pertama,
Pendidikan. Patut disyukuri Politeknik Sendawar telah berdiri lebih 5
tahun sebagai upaya peningkatan kualitas SDM Kubar dengan 3 jurusannya,
mesin, sipil dan administrasi. Dalam kondisi tenaga pengajar dan
fasilitas minim dan curahan dana yang minim, gambaran terbangunnya SDM
Kubar ke depan masih tampak abstrak dan kabur. Pilot project untuk
sekolah unggulan masih jauh dari harapan. Dukungan APBD yang sangat
minim jauh di bawah 20% terhadap pendidikan pun menjadi mimpi kelam.
Walau terlambat, persiapan pembentukan panitia untuk pendirian
Universitas Sendawar di akhir 2013, yang mungkin reaktif dari rencana
pendirian Universitas Muhamadiyah, patut kita apresiasi untuk kita
dukung. Bagaimana pula kualitas sekolah-sekolah di kecamatan dan
perkampungan ? Dengan gaji kecil dan honor yang dipotong bagaimana
tenaga pengajar bisa antusias mengajar di daerah terpencil dengan signal
dan listrik simalakama. Semoga APBD ke depan bisa ditetapkan minimal
20% untuk pendidikan.
Kedua, Infrastruktur. Sarana pendukung fisik
seperti jalan mengalami kemajuan berarti, terkecuali jalur 'texas' Camp
Baru-Muara Lawa yang tak kunjung membaik dari kerusakan yang cukup
parah. Jalan yang menjadi urat nadi seluruh masyarakat saat keluar dan
menuju Kubar dari arah Samarinda tampaknya menjadi korban politik yang
membutuhkan kebesaran hati pemimpin Kubar untuk membenahi daerah yang
bukan menjadi basis pendukungnya. Rencana jalan alternatif Melak -
Tenggarong melewati Tabang sebuah terobosan luar biasa jika berhasil
terbangun dapat memotong waktu tempuh jalur darat 3 jam, namun, darimana
material timbunan untuk menimbun jalan di rawa-rawa sejauh 30 kilometer
tentunya membutuhkan waktu 2 tahun paling cepat. Modelnya akan menjadi
seperti jalan Amuntai di Kalsel yang berada di atas rawa 10 km jauhnya.
Infrastruktur daya dukung listrik pun masih kendala besar padahal dengan
melimpahnya batubara sebagai sumber daya seharusnya mendapat perhatian
serius untuk dibangun PLTA. Potensi PLTN dengan uranium melimpah di
Mahulu pun perlu dikaji lebih dalam dengan melibatkan seluruh masyarakat
sehingga permasalahan listrik dapat teratasi segera tanpa terus
mengandalkan genset yang membuat mafia dan kartel migas terus bersorak.
Infrastruktur sarana hiburan masih sangat kurang untuk Kubar atau bisa
dikatakan nyaris tidak ada untuk hiburan keluarga melepas penat dan
dahaga. Hanya tersedia beberapa tempat wisata yang kurang terurus dan
Lamin Sendawar untuk hiburan anak muda di akhir pekan. Perlu dipikirkan
pembangunan mall skala sedang sepertinya model mall Sangata di Kutai
Timur. Peningkatan kelas bandara pun perlu dipersiapkan ke depan
mengingat tingginya frekuensi dan penumpang setiap harinya terlebih
dengan akan berkembangnya Kabupaten Mahulu maka intensitas dan mobilitas
masyarakat akan meningkat di Kubar sebagai salah satu terminal. Hotel
Bintang 1 yang masih mimpi di atas kertas saatnya diwujudkan pula ke
depan.
Ketiga, Perkebunan. Masih agak lesunya bisnis perkayuan
(Kehutanan) setidaknya diimbangi dengan melesatnya Sawit dan Karet di
Kubar. Usia perkebunan sawit yang masih muda saat ini memenuhi puluhan
ribu hektar di Kubar dan Mahulu semoga ke depan dapat meningkatkan nilai
perekonomian dan pendapatan perkapita dan ril dari masyakarat setempat.
Potensi konflik dan pencemaran lingkungan perlu menjadi perhatian
serius bagi BLH sebagaimana pencemaran sungai di Tabang Kukar yang
diperkirakan dari limbah sawit. Pabrik pengolahan sawit perlu dipikirkan
untuk dibangun oleh BUMD sehingga sawit plasma dan masyarakat dapat
tersalurkan dengan baik dengan harga yang aman. Pengelolaan perkebunan
karet yang tahun lalu memproduksi lebih 35 ribu ton, walaupun masih
sebagai produsen terkecil jika dibandingkan sumatera dan
kalteng-kalbar-kalsel, namun Kubar perlu dipikirkan untuk membangun
pabrik pengelolaan karet dalam kapasitas besar serta
penyuluhan-penyuluhan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan dan hasil
karetnya. Akhir tahun 2014 diperkirakan akan terjadi lonjakan produksi
hasil karet dimana banyak usia tanamnya akan terpenuhi untuk ditoreh.
Tentu kita berharap hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dan PDRB Kubar.
Keempat, Pertambangan. Ditutupnya perusahaan tambang
emas PT. KEM tidak berdampak signifikan bagi peningkatan kualitas hidup
masyarakat lokal setempat. Perlu menjadi perhatian serius pemerintah dan
Forum pengelola CSR agar industri ekstraksi tidak terbarukan
benar-benar dalam perencanaan dan evaluasi yang serius, tidak sekedar
menjadi sumber fee bagi pejabat-pejabat untuk dikorupsi. Saat ini geliat
pertambangan yang berkembang yakni di sektor batubara, dimana pada
tahun 2012 produksi batubara Kubar lebih 10 juta metrik ton. Dengan
asumsi harga batubara rata-rata di level Rp 600.000,- maka diperoleh
nilai sebesar 6 triliun rupiah keuntungan kotor dari bisnis batubara.
Senilai dua kalinya APBD Kubar. Jika pemerintah melalui BUMD bisa
mengelola sendiri atau sharing saham tentunya berdampak positif bagi
APBD dan kesejahteraan masyarakat. Sisi lainnya ialah, ketiadaan SDM
lokal yang berada di posisi managerial perusahaan sangat memprihatinkan
ketika perusahaan tutup, maka SDM Kubar tidak memiliki putra daerah yang
berpengalaman di level managerial ataupun direksi untuk berkarya di
tempat lain sebagaimana KEM yang tidak mewariskan SDM setingkat
direksi-manajer bagi warga setempat, akhirnya hanya menjadi kuli
seterusnya.
Keempat aspek di atas perlu menjadi perhatian untuk
membangun Kubar ke depan. Minimnya personal dan lembaga / ormas yang
kritis di Kubar untuk membantu mengingatkan Pemda yang minim informasi
ke masyarakat dan banyaknya potensi penyelewengan, semakin memburamkan
mimpi indah Kutai Barat ke depan. Semoga Pemilu 2014 menghasilkan
personal yang mumpuni dan berkompeten dalam mengawal Kutai Barat menjadi
kabupaten maju dan sejahtera. Salam perubahan !