Rabu, 05 November 2014

Uang Anda untuk Bayar NCR, Mau ?

Uang Anda untuk Bayar NCR, Mau ?

PT. NCR selaku kontraktor pembangunan Bandara Samarinda Baru yang tak kunjung selesai meminta segera dibayar 137 miliar rupiah. Dana pembayaran tentu saja dari APBD atau pajak rakyat atau uang Anda, sementara hasil audit BPK menyebutkan kontrak dengan NCR melakukan banyak ketentuan.
Sungguh miris menjadi rakyat Kalimantan Timur, sumber daya alamnya dikuras sehabis-habisnya, kandidat menteri pun tidak masuk daftar, ditambah lagi harus membayar uang 137 milyar untuk kontrak yang tidak menghasilkan apa-apa. Kontraktor PT. NCR (Nuansacipta Realtindo) yang dimiliki menantu tertua Wakil Presiden Jusuf Kalla ini membuat Kaltim sudah jatuh tertimpa tangga pula.
Proyek yang awalnya dikerjakan Pemkot sejak masa Walikota Achmad Amien ini tak kunjung selesai kemudian diambil alih oleh Pemprov Kaltim. Lebih dahulu selesai Bandara Sultan Hasanuddin Makassar, Bandara Sepinggan dan Bandara Berau daripada Bandara Baru Samarinda. Tak diketahui lagi dimana letak batu simbolik peresmian batu pertamanya bahkan warga Samarinda dan sekitarnya sudah cukup 'muyak' dengan cerita BSB-NCR ini seperti proyek dagelan atau dagelan proyek.
Akibat proyek yang dinyatakan audit BPK sebagai proyek gagal karena tidak memenuhi persentase perhitungan untuk selesai dibayar sesuai kontrak sehingga terjadi perbedaan interpretasi antara pemerintah dan kontraktor. Walikota terkini Syaharie Jaang bersama Wakilnya Nusyirwan Ismail harus direpotkan dengan persoalan warisan yang berpotensi menggaruk uang rakyat (APBD).
Pertanyaan kepada kita selaku warga Samarinda, apakah Anda bersedia APBD yang berasal dari pajak dan retribusi Anda dipergunakan untuk proyek yang tidak dapat dirasakan kita semua ? Serasa proyek 'abal-abal' dikarenakan kurangnya proses tender yang baik dan benar serta pengawasan pekerjaan yang benar oleh Pemerintah Kota Samarinda terdahulu namun dampaknya harus ditanggung warga Samarinda.
Dana sebesar 137 miliar rupiah dapat dipergunakan untuk sarana prasarana pengingkatan kesejahteraan masyarakat Samarinda dan Kalimantan Timur. Peningkatan kualitas jalan, perbaikan drainase, beasiswa, perbaikan sarana pendidikan dan ibadah, namun patut disayangkan dana sebesar itu tergerus untuk membayar pekerjaan proyek antah berantah.
Jika pemerintah kota salah menurut hasil Mahakamah Agung dan harus membayar 137 milyar rupiah, lalu siapakah sosok representasi pelaku kesalahan tersebut untuk diproses secara hukum ? Tidak ada juga. Tampaknya tidak perlu jauh-jauh melihat dagelan parlemen tandingan DPR Ri, karena di sekitar kita pun dagelan politik dan proyek tak kalah membahana. Semoga menantu Jusuf Kalla bisa membisiki mertuanya untuk mengucurkan dana secukupnya agar BSB bisa tuntas tahun ini juga.

Nugra S.

Kamis, 30 Oktober 2014

Kala Empat Gubernur Kalimantan Gigit Jari



Kala Empat Gubernur Kalimantan Gigit Jari
dipublikasi TribunKaltim 30 Oktober 2014 Hal. 7
oleh Nugra S.

Kekecewaan melanda seluruh tokoh Kalimantan ketika Minggu Sore Presiden RI Jokowi tidak menyebutkan  nama salah satu tokoh Kalimantan dalam daftar Menteri Kabinet Kerja di Istana Negara. Tak pelak seluruh gubernur Kalimantan hanya gigit jari menyaksikan drama di televisi.
Dari keseluruhan propinsi Kalimantan, hanya di Kalimantan Selatan Jokowi kalah tipis dari Prabowo. Sementara di Propinsi Kaltim, Kalteng dan Kalbar, Jokowi mendapatkan mandat  dari sebagian besar rakyat Kalimantan. Tampaknya Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta era SBY harus pulang kembali ke Banjarmasin tanpa adanya serah terima pada penerusnya dari Kalimantan.
Teras Narang, Gubernur Kalimantan Tengah yang digadang-gadang untuk menjabat sebagai salah satu menteri juga harus bersabar dari keputusan Jokowi yang digodok bersama Megawati, Luhut, KPK dan konseptor lainnya di balik layar.
Tidak aneh sebenarnya penyebab ketiadaan perwakilan dari Kalimantan. Selain karena tidak adanya ‘pembisik’ yang kuat dari Kalimantan di Jakarta, posisi bargaining Kalimantan pun terbilang lemah di mata pusat, karena relatif mudah diatur dan nrimo.
Pertama faktor ‘pembisik’ cukup menentukan penetapan menteri. Jokowi tentu nyaris tidak mengenal sebagian menteri pilihannya. Mereka hadir karena masukkan-masukkan dari orang-orang di sekitar Jokowi selaku konseptor. Tim Transisi yang digawangi Hendropriyono dan Rini misalnya, adakah keseriusan tokoh Kalimantan melakukan lobi pendekatan ? Tak ada riak-riak yang membuat Jokowi-Mega-Transisi harus khawatir jika tidak menunjuk perwakilan dari Kalimantan. Barangkali masyarakat Kalimantan dikenal relatif ‘jinak’ sehingga tidak ada yang istimewa.
Kedua, faktor bargaining atau posisi tawar dari Kalimantan secara keseluruhan tampaknya tidak ada yang spesial di mata Jokowi dan timnya. Pengendalian terhadap industri ekstraksi seperti migas dan batubara berjalan lancar tanpa adanya gangguan dari seluruh level masyarakat hingga pemerintah. Apa yang perlu dikhawatirkan jika tidak memilih tokoh Kalimantan sebagai menteri ? Tidak ada. Dan apa untungnya bagi Jokowi jika harus memilih tokoh dari Kalimantan ? Apakah ada yang bisa menjawab pertanyaan tersebut ?
Dari persepektif kedaerahan, Jokowi dan tim menunjuk Yohana, Guru Besar Universitas Cendrawasih sebagai salah satu representatif Indonesia Timur. Faktor prestasi mungkin tidak terlalu menonjol. Sementara dari tanah Wakil Presiden Jusuf Kalla hanya tersemat nama Andi Amran Sulaiman selaku Menteri Pertanian. Dari Sumatera terdapat 3 nama, Sofyan Djalil dari Aceh, Yasona dari Tapanuli, Ryamizard dari Palembang dan Andrianof dari Padang. Sisanya hampir sebagian besar menteri Jokowi lahir besar di tanah Jawa.
Kabinet telah diresmikan, apa yang bisa dilakukan oleh gubernur, tokoh dan masyarakat Kalimantan hanya gigit jari dan mendukung jalannya pemerintahan untuk kepentingan bangsa dan negara. Apa yang perlu dipikirkan dan dilakukan saat ini adalah bagaimana mempertahankan proyek-proyek untuk kemajuan Kalimantan tetap berjalan dengan baik semisal MP3EI dan program-program pemerintah lainnya untuk kepentingan daerah.
Gubernur dan tokoh Kalimantan harus mengejar ketertinggalan semua aspek baik politik maupun ekonomi tidak hanya untuk besok tahun dan tahun depan, tapi juga investasi untuk 2019. Capres, cawapres atau menteri jadi dari Kalimantan harus sudah dipikirkan bersama demi kepentingan kesejahteraan masyarakat Kalimantan yang masih termarginalkan di rumah NKRI. Semoga pada pemerintahan berikutnya Gubernur, tokoh dan masyarakat Kalimantan tidak lagi gigit dua jari.
Nugra S.
Koord. FPB Kaltim
@nugrazee

Rabu, 29 Oktober 2014

Revolusi Mental, Antara Primordial dan Profesional



Revolusi Mental, Antara Primordial dan Profesional
dipublikasikan TribunKaltim 29 Oktober 2014
oleh Nugra
 
Keragaman adalah sebuah karunia Tuhan. Bersesuaian dengan semangat tulisan bung Andi Ardiansyah pada Tribunners sebelumnya terkait primordial atau kesukuan yang bertentangan dengan semangat Bhineka, sejauh mana antara realitas dan idealismenya ?
Primordial atau semangat kesukuan bukanlah barang baru. Bahkan ia hadir setua umur peradaban manusia itu sendiri. Adalah sifat manusia untuk lebih senang berkumpul dengan kelompok yang memiliki kesamaan budaya hidup, kesamaan visi, bahasa, atau kesamaan entitas lainnya. Begitu pula semangat dalam hidup bersuku dan berbangsa sudah lumrah kita merapat dan membantu pada orang yang memiliki kedekatan primordial dengan kita.
Saya coba paparkan sebuah fakta menarik. Sepanjang Jusuf Kalla menjadi Wakil Presiden RI selama mendampingi SBY, hampir seluruh pejabat yang diangkat JK di Jakarta berasal dari rekan-rekan satu suku dengan JK. Sebuah semangat primordial yang menjadi relatif, baik atau tidaknya tergantung darimana kita melihat. Bahkan dengan dorongan JK, hampir seluruh kepala Rumah Sakit di Jakarta hingga saat ini dipimpin oleh sosok dengan nama yang diawali kata Andi.
Mampukah kita melepaskan entitas primordialitas atau semangat kesukuan sementara saat ini di seluruh Jawa Barat terlarang untuk menggunakan nama Gajah Mada sebagai nama jalan. Pada setiap Pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan pun, isu kesukuan antara Makassar dan Bugis selalu mencuat menjadi bahan kampanye politik. Bahkan konflik sejarah masa lalu tidak dapat kita nafikkan masih terwariskan dalam budaya dan kebijakan di berbagai level kehidupan kita.
Semangat kesukuan atau kebangsaan tidak akan pudar sepanjang sejarah manusia karena lahir dari sifat alamiah itu sendiri. Yang menjadi masalah utama ialah apabila semangat primordialisme  dijunjung sebagai semangat membabi buta atau fanatisme suku berlebihan. Ketika benar dan salah atau kompeten tidaknya, kita tempatkan di bawah pembelaan terhadap suku, maka terjadilah masalah dan konflik.
Proses perekrutan karyawan atau pegawai baik pada institusi negeri PNS maupun perusahaan swasta sering terpengaruh pada semangat kesukuan sebagaimana disinggung oleh saudara Andi. Banyak perusahaan pertambangan atau sawit di Kaltim misalnya, didominasi dari suku-suku tertentu mengikuti suku dari kepala pimpinannya. Hal itu sudah cukup lumrah terjadi, walaupun menyisakan kecemburuan sosial dari suku yang berbeda.
Proses perekrutan PNS selama ini juga memiliki budaya yang relatif sama, CPNS yang diterima umumnya mengikuti dari kedekatan suku dengan pimpinan entah kepala dinasnya ataupun bupati/walikotanya. Namun dengan proses perekrutan yang diambil alih oleh pusat berhasil membuat jeda primordialis yang berlebihan, berganti masuknya CPNS dari luar daerah yang barangkali sesuai semangat Bhineka yang diingatkan Bung Andi.
Idealisme yang kita inginkan ialah bekerjanya atau berdirinya struktur pemerintahan/perusahaan yang didasarkan pada kompetensi murni, pada kemampuan atau keahlian sehingga pekerjaan dapat berjalan dengan baik dan profesional. Dengan sedikit mengambil kebijakan pada kearifan lokal kita berikan kesempatan pada posisi nonstaff atau nonskill pada wilayah primordial tersebut, namun tetap pada porsi proposional dan syarat kompetensi minimum yang memenuhi standar.
Namun sekali lagi idealisme menempatkan semangat primordialisme pada proporsi secukupnya (tidak fanatik suku berlebihan) akan cukup sulit diwujudkan, karena wabah kesukuan yang sudah berurat berakar di seluruh aspek kehidupan bermasyarakat hingga bernegara. Ketika kita mencoba profesional namun Kepala Bidang sebelah, Kadis tetangga, HRD disana melakukan perekrutan berdasarkan suku, kita pun sulit lantas pada akhirnya terbawa arus dan memberi respon yang sama. Semoga tulisan singkat ini menjadi refleksi bagi kita untuk bisa membangun bangsa yang tegak berdasarkan kompetensi, bukan fanatisme suku buta.
Nugra S.
Pemerhati Sosial.
@nugrazee

Senin, 06 Januari 2014

Semen, Karst dan Politik Ekonomi

Semen, Karst dan Politik Ekonomi


Tribunkaltim 7 Januari 2014 hal. 7
Nugrasius ST
Ketua Forum Peduli Borneo Kaltim.

Jika Indonesia menjadi target pasar dunia yang disetting sebagai konsumen oleh kartel dunia, begitu pula Kalimantan Timur, menjadi lumbung market tanpa bisa memproduksi, khususnya semen.

Apa yang terjadi jika pabrik semen berdiri di Kalimantan Timur ? Seluruh pabrik semen yang telah berdiri seperti Bosowa, Tonasa, Gresik, Padang dan lainnya akan kehilangan potensi marketnya yang sangat besar di Kaltim. Investasinya terganggu dan hal tersebut akan menjadi gempa bumi bagi produsen semen yang telah berjalan.
Pada dinas pertambangan Kutai Timur maupun Paser, para produsen semen nasional sudah menerbitkan blok-blok ijin usaha pada daerah Karst (Batugamping) bukan untuk memproduksi semen setempat, namun untuk memblokir masuknya investor luar yang benar-benar serius untuk mendirikan pabrik semen.
Salah satu keuntungan mendasar dengan adanya pabrik semen adalah turunnya harga material semen di Kaltim yang tentu akan berdampak pada turunnya biaya membangun rumah serta infrastruktur lainnya. Kelangkaan semen yang selama ini menghantui berbagai proyek pembangunan dan harga yang sering melambung tinggi karena permainan kartel produsen semen ini bisa tertangani.
Besarnya permintaan bahan baku semen dari dalam negeri sehingga pemerintah mengurangi jatah ekspor seharusnya mendorong pemerintah Kaltim untuk serius menggerakkan sektor industri semen. Tidak tunduk pada permainan politik ekonomi mafia semen yang kini mempekerjakan pedagang isu lingkungan untuk menghambat berdirinya industri semen.
Karst di Kutim dengan cadangan puluhan miliar metrik ton batugamping dapat memproduksi semen dalam waktu lebih 300 tahun dengan kapasitas sedang. Semen padang yang telah memproduksi lebih 20 tahun hanya baru mengupas Karst seluas 100 hektar, itu pun gunungnya baru habis separuh belum mencapai ke dasar. Silahkan dikroscek langsung menggunakan foto satelit seperti Google Earth.
Kebanggan indahnya Karst Kutai Timur yang hanya dilihat dan dikunjungi belasan atau puluhan orang per tahun yang jauh di pedalaman dan jauh dari kampung, tidak proposional jika dibandingkan akan pemanfaatannya menjadi fasilitas bahan kebutuhan terhadap kemudahan hidup berupa semen murah. Oleh karena itu perlu ditinjau ulang kebijakan pemerintah yang sengaja atau tidak sengaja merasa aman nyaman berposisi sebagai konsumen abadi dari produsen semen di propinsi-propinsi tetangga.
Besarnya fee CSR PT. KPC selayaknya tidak memanjakan Pemda Kutim untuk membuka potensi industri lain yang tentunya berpotensi menambah PAD dari sektor lainnya. Ijin Usaha Galian/Semen yang sudah ditahap eksploitasi di Sangkulirang sebaiknya digulirkan segera ke tahap berikutnya. Bahan campuran seperti bijih besi dapat diambil di sebelah utara Palu yang cukup melimpah sehingga tidak menggunakan cost besar langsung menyeberang Selat Makassar.
Begitu pula Pemda Panajam dengan PT. Kideco dan migasnya selayaknya mulai bergerak membangun pabrik semen lokal.
Mari melepaskan dari kutukan SDA yang memanjakan kita untuk menjadi propinsi yang mandiri, makmur dan sejahtera.

Rabu, 01 Januari 2014

Visi Kutai Barat, mau kemana ?

Visi Kutai Barat, mau kemana ?


Tribunkaltim 1 Januari 2014 hal. 7
Oleh Nugrasius ST
Ketua FPB Kaltim dan pemerhati Kubar


Dalam usianya yang sudah 14 tahun, Kutai Barat (Kubar) yang kini menginjak masa 'ABG' mengalami perkembangan signifikan. Namun, kemanakah arah cetak biru kabupaten ini ke depan ?
Dengan kondisi geografis dan luas yang mirip Negara Swiss, Kubar memiliki potensi besar dalam hal Sumber Daya Alam berupa hasil hutan, kebun, tambang dan perikanan. Berbeda dengan Swiss yang memiliki Sumber Daya Manusia handal hingga mengantarkan negara itu sebagai negara terkaya dunia diurutan ke 12 karena industri pengolahannya, Kubar perlu menjadi Swiss sebagai percontohan model visi ke depan sehingga ketergantungan terhadap aspek SDA bisa seimbang dengan peningkatan SDM mumpuni.
Visi adalah tujuan akhir dari berbagai program, langkah, rencana yang dijabarkan. Imajinasi akhir yang ingin dicapai, haruslah jelas, terukur dengan tahapan yang detail dengan analisa SWOT dan feasibility-nya. Berubahnya simbol Kubar dari Burung Enggang menjadi Macan Dahan, apakah nantinya menjadi Ayam Jantan, atau menjadi simbol lain lagi, menunjukkan instabilitas politik dan belum matangnya dari arah kabupaten yang sedang menjalani masa akil baligh ini.
Ada 4 aspek yang menjadi perhatian sebagai pilar penting Kabupaten Kubar ke depan.
Pertama, Pendidikan. Patut disyukuri Politeknik Sendawar telah berdiri lebih 5 tahun sebagai upaya peningkatan kualitas SDM Kubar dengan 3 jurusannya, mesin, sipil dan administrasi. Dalam kondisi tenaga pengajar dan fasilitas minim dan curahan dana yang minim, gambaran terbangunnya SDM Kubar ke depan masih tampak abstrak dan kabur. Pilot project untuk sekolah unggulan masih jauh dari harapan. Dukungan APBD yang sangat minim jauh di bawah 20% terhadap pendidikan pun menjadi mimpi kelam. Walau terlambat, persiapan pembentukan panitia untuk pendirian Universitas Sendawar di akhir 2013, yang mungkin reaktif dari rencana pendirian Universitas Muhamadiyah, patut kita apresiasi untuk kita dukung. Bagaimana pula kualitas sekolah-sekolah di kecamatan dan perkampungan ? Dengan gaji kecil dan honor yang dipotong bagaimana tenaga pengajar bisa antusias mengajar di daerah terpencil dengan signal dan listrik simalakama. Semoga APBD ke depan bisa ditetapkan minimal 20% untuk pendidikan.
Kedua, Infrastruktur. Sarana pendukung fisik seperti jalan mengalami kemajuan berarti, terkecuali jalur 'texas' Camp Baru-Muara Lawa yang tak kunjung membaik dari kerusakan yang cukup parah. Jalan yang menjadi urat nadi seluruh masyarakat saat keluar dan menuju Kubar dari arah Samarinda tampaknya menjadi korban politik yang membutuhkan kebesaran hati pemimpin Kubar untuk membenahi daerah yang bukan menjadi basis pendukungnya. Rencana jalan alternatif Melak - Tenggarong melewati Tabang sebuah terobosan luar biasa jika berhasil terbangun dapat memotong waktu tempuh jalur darat 3 jam, namun, darimana material timbunan untuk menimbun jalan di rawa-rawa sejauh 30 kilometer tentunya membutuhkan waktu 2 tahun paling cepat. Modelnya akan menjadi seperti jalan Amuntai di Kalsel yang berada di atas rawa 10 km jauhnya. Infrastruktur daya dukung listrik pun masih kendala besar padahal dengan melimpahnya batubara sebagai sumber daya seharusnya mendapat perhatian serius untuk dibangun PLTA. Potensi PLTN dengan uranium melimpah di Mahulu pun perlu dikaji lebih dalam dengan melibatkan seluruh masyarakat sehingga permasalahan listrik dapat teratasi segera tanpa terus mengandalkan genset yang membuat mafia dan kartel migas terus bersorak. Infrastruktur sarana hiburan masih sangat kurang untuk Kubar atau bisa dikatakan nyaris tidak ada untuk hiburan keluarga melepas penat dan dahaga. Hanya tersedia beberapa tempat wisata yang kurang terurus dan Lamin Sendawar untuk hiburan anak muda di akhir pekan. Perlu dipikirkan pembangunan mall skala sedang sepertinya model mall Sangata di Kutai Timur. Peningkatan kelas bandara pun perlu dipersiapkan ke depan mengingat tingginya frekuensi dan penumpang setiap harinya terlebih dengan akan berkembangnya Kabupaten Mahulu maka intensitas dan mobilitas masyarakat akan meningkat di Kubar sebagai salah satu terminal. Hotel Bintang 1 yang masih mimpi di atas kertas saatnya diwujudkan pula ke depan.
Ketiga, Perkebunan. Masih agak lesunya bisnis perkayuan (Kehutanan) setidaknya diimbangi dengan melesatnya Sawit dan Karet di Kubar. Usia perkebunan sawit yang masih muda saat ini memenuhi puluhan ribu hektar di Kubar dan Mahulu semoga ke depan dapat meningkatkan nilai perekonomian dan pendapatan perkapita dan ril dari masyakarat setempat. Potensi konflik dan pencemaran lingkungan perlu menjadi perhatian serius bagi BLH sebagaimana pencemaran sungai di Tabang Kukar yang diperkirakan dari limbah sawit. Pabrik pengolahan sawit perlu dipikirkan untuk dibangun oleh BUMD sehingga sawit plasma dan masyarakat dapat tersalurkan dengan baik dengan harga yang aman. Pengelolaan perkebunan karet yang tahun lalu memproduksi lebih 35 ribu ton, walaupun masih sebagai produsen terkecil jika dibandingkan sumatera dan kalteng-kalbar-kalsel, namun Kubar  perlu dipikirkan untuk membangun pabrik pengelolaan karet dalam kapasitas besar serta penyuluhan-penyuluhan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan dan hasil karetnya. Akhir tahun 2014 diperkirakan akan terjadi lonjakan produksi hasil karet dimana banyak usia tanamnya akan terpenuhi untuk ditoreh. Tentu kita berharap hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan PDRB Kubar.
Keempat, Pertambangan. Ditutupnya perusahaan tambang emas PT. KEM tidak berdampak signifikan bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat lokal setempat. Perlu menjadi perhatian serius pemerintah dan Forum pengelola CSR agar industri ekstraksi tidak terbarukan benar-benar dalam perencanaan dan evaluasi yang serius, tidak sekedar menjadi sumber fee bagi pejabat-pejabat untuk dikorupsi. Saat ini geliat pertambangan yang berkembang yakni di sektor batubara, dimana pada tahun 2012 produksi batubara Kubar lebih 10 juta metrik ton. Dengan asumsi harga batubara rata-rata di level Rp 600.000,- maka diperoleh nilai sebesar 6 triliun rupiah keuntungan kotor dari bisnis batubara. Senilai dua kalinya APBD Kubar. Jika pemerintah melalui BUMD bisa mengelola sendiri atau sharing saham tentunya berdampak positif bagi APBD dan kesejahteraan masyarakat. Sisi lainnya ialah, ketiadaan SDM lokal yang berada di posisi managerial perusahaan sangat memprihatinkan ketika perusahaan tutup, maka SDM Kubar tidak memiliki putra daerah yang berpengalaman di level managerial ataupun direksi untuk berkarya di tempat lain sebagaimana KEM yang tidak mewariskan SDM setingkat direksi-manajer bagi warga setempat, akhirnya hanya menjadi kuli seterusnya.
Keempat aspek di atas perlu menjadi perhatian untuk membangun Kubar ke depan. Minimnya personal dan lembaga / ormas yang kritis di Kubar untuk membantu mengingatkan Pemda yang minim informasi ke masyarakat dan banyaknya potensi penyelewengan, semakin memburamkan mimpi indah Kutai Barat ke depan. Semoga Pemilu 2014 menghasilkan personal yang mumpuni dan berkompeten dalam mengawal Kutai Barat menjadi kabupaten maju dan sejahtera. Salam perubahan !