Minggu, 21 Juli 2013

Kutai dan anak Nusantaranya



Kutai dan anak Nusantaranya
Acara tahunan Kutai yakni Erau baru saja usai digelar di kabupaten Kutai Kartanegara (EIFAF 2013). Dalam suka cita itu tidak banyak yang memahami bahwa sebagian  penduduk Jawa merupakan keturunan dari Kutai Martadipura.
Kutai Martadipura ditetapkan sebagai kerajaan tertua di nusantara yang ditandai dengan adanya peninggalan berupa batu prasasti (Yupa) yang bertuliskan tentang Raja Mulawarman yang tengah mengadakan acara keagamaan di daerah Muara Kaman, tempat prasasti ditemukan. Berdasarkan analisa paleografinya dan dikorelasikan dengan kerajaan regional di sekitar nusantara kemudian diperkirakan tulisan / peninggalan tersebut berasal dari abad ke 4 masehi.
Benarkah Kutai tidak memiliki konektifitas dengan kerajaan-kerajaan lain saat itu ? Masuknya agama Hindu sudah menjadi bukti kongkret bahwa Kutai telah melakukan komunikasi dengan dunia luar. Pada abad ke 4, Cina telah menyelesaikan episode Three Kingdom nya yang digdaya dengan teknologi kapalnya di abad ke 3 M, dan India melalui jalur laut, telah melakukan hubungan dagang dengan Asia Tenggara setelah masa transisi dari Budha ke Hindu. Sebuah artefak India dari dinasti Satavahana berupa koin di abad ke 2 M bergambar kapal menunjukkan aktifitas maritim India sudah sangat maju.
Perkembangan teknologi kapal pada saat itu menunjukkan masuknya Hindu ke Kutai diperkirakan melalui jalur Sungai Mahakam. Melalui proses interaksi intensif sehingga peradaban berkembang dimana sang Raja saat itu, Mulawarman membuat acara besar dengan menghadiahkan emas dan 20.000 ekor sapi kepada rohaniawan (brahmana) sebagaimana tertulis pada prasasti. Dengan kata lain, pada masa itu Kutai pun berkembang dengan mengenal teknologi pengolahan logam besi dan emas.
Secara umum sejarah Kutai yang kita pahami hanya sebatas penjelasan di atas, kemudian tiba-tiba tersambung ke abad 13 Masehi dimana terjadi suksesi kerajaan dari Kutai Martadipura menjadi Kutai Kartanegara ing Martadipura yang berposisi di hilir Sungai Mahakam, Kutai Lama dengan rajanya  Aji Pangeran Anum Panji Mendapa. Dimana kondisi regional saat itu, Singasari telah melakukan ekspansi ke Sumatra dan merontokkan kedigdayaan Sriwijaya. Apakah Kutai Kartanegara sisa-sisa pelarian Sriwijaya sebagaimana sebagian Sriwijaya hijrah ke daerah Banjarmasin dan diberi tempat oleh kerajaan Nansarunai  (maanyan) ? Entahlah. Hal yang coba kita perdalam pada tulisan ini adalah Kutai periode sekitar Mulawarman di abad ke 4 Masehi.
Van der Meulen, 1988, dalam bukunya Indonesia di Ambang Sejarah, menyatakan bahwa pada abad 4-5 Masehi masyarakat Kutai sebagian melakukan migrasi ke pulau Jawa melalui kapal hingga tiba di Cirebon. Kemudian perlahan-lahan masuk ke arah Barat dan Selatan Jawa, sebagian menuju Gunung Ciremai melahirkan Sunda (tak heran penduduk Sunda berkulit putih persis Kutai), sebagian  menuju Gunung Slamet. Setelah berkumpul masyarakat dalam jumlah banyak di daerah Gn. Slamet lantas dibentuklah sistem pemerintahan kecil atau kerajaan yang dikenal sebagai kerajaan Galuh Purba.
Wilayah Galuh Purba cukup luas, mulai dari Indramayu, Cirebon, Brebes, Tegal, Pemalang, Bumiayu, Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara, Kebumen ,Kedu, Kulonprogo hingga Purwodadi. Perlahan-lahan turunan Galuh Purba di barat terbentuk kerajaan Galuh Kalingga sedangkan di timur lahirlah Tarumanegara. Galuh Purba kemudian bergeser ke arah barat di Garut membentuk Galuh Kawali yang belakangan tunduk pada kerajaan Tarumanegara dibawah pimpinan Purnawarman yang lebih berkuasa di abad ke 5 M. Saat Tarumanegara dipimpin Candrawarman periode setelah Purnawarman, Galuh Kawali memisahkan diri membentuk kerajaan Galuh yang nantinya melahirkan kerajaan Padjadjaran di Jawa Barat.
Kerajaan Galuh berikutnya melakukan persekutuan dan pernikahan dengan keluarga kerajaan Kalingga (daerah Semarang) yang belakangan melahirkan kerajaan Sanjaya, dinasti yang melahirkan kerajaan-kerajaan di pulau Jawa. Salah satu prasasti bukti hubungan keberadaan Kutai ialah ditemukannya Prasasti Pasir Koleangak atau Prasasti Jambu yang ditemukan di kebun jambu, 30 km sebelah barat Bogor yang menggunakan bahasa Sansekerta berhuruf Pallawa yang berisi pujian terhadap pemerintahan Mulawarman serta gambar bentuk telapak kaki yang berdasarkan ungkapan warga setempat dalam penuturan sejarahnya sebagai telapak kaki raja Mulawarman.
Erau telah usai. Galuh, Tarumanegara, Kalingga dan Sanjaya pun telah berlalu dalam rotasi zaman yang silih berganti. Jika Soeharto membangun doktrin dan digdaya Majapahit melalui sejumput kitab yang berisi kumpulan syair Negarakertagama yang baru ditemukan di tahun 1971 oleh Belanda. Maka Kutai pun bisa membuat sejarah imperiumnya sendiri, bahwa Majapahit sebagai turunan Sanjaya, tak akan lahir jika Kutai dan Mulawarman-nya tidak bermigrasi ke pulau Jawa. Semoga sepenggal ungkapan sejarah ini memberi percikan api bagi Kutai dan Kalimantan Timur untuk berkompetisi membangun negerinya lebih baik, lebih makmur dan bersih dari budaya korupsi.

Nugasius ST
Koordinator Forum Peduli Borneo wilayah Kaltim
Nugra.sius@yahoo.com