Sejarah Dayak |
Dipublikasikan Kaltimpost Januari 2008
Dayak, etnis terbesar dan tersebar di seluruh penjuru bumi Kalimantan, telah membangun peradabannya sekitar 2000 SM. Studi sejarah dan antropologi mengungkapkan titik awal etnis dayak bermula dari migrasi masyarakat Proto Melayu dari daerah Cina Selatan, Yunan.
Migrasi
terus berlanjut sehingga membentuk etnis dayak yang memiliki keragaman
dan heterogenitas dalam corak, pola hidup bahkan bahasa. Dayak Kenyah,
Punan, Maanyan misalnya membangun komunitasnya di pedalaman dengan
berkebun berladang. Ada pula Dayak Iban yang dikenal sebagai pelaut
ulung yang hidup di pesisir Barat Kalimantan.
Dalam
perkembangannya, Dayak membangun sistem kepercayaannya dan
ketuhanannya, sesuatu yang lumrah dimiliki setiap komunitas masyarakat.
Di Kalimantan Tengah dan Selatan, Dayak Maanyan membangun kerajaan
Nansarunai yang bercorak Hindu. Kerajaan ini yang mengalami kejatuhan
pada abad ke-13 setelah diserang Majapahit (Fridolin Ukur, 1971).
Sebagian dayak masuk ke pedalaman, sebagian bertahan dan berasimilasi
dengan Jawa. Islam mulai masuk di Kalimantan, bersamaan dengan
terbentuknya kerajaan baru di daerah selatan Kalimantan, yaitu Kerajaan
Negara Daha (berpusat di Marabahan) dan Negara Dipa (berpusat di
Amuntai).
Pada daerah selatan pesisir Kalimantan Islam mulai berkembang di tengah kultur Hindu. Dayak yang menjadi muslim disebut bahakey. Dituturkan tentang tokoh bernama Labai Lamiah seorang Dayak Maanyan
pertama yang menjadi muallaf dan mubaligh. Ia berdakwah di wilayah
Nagara yang masyarakatnya pada waktu itu adalah campuran antara suku Dayak Maanyan dan mantan prajurit Majapahit yang masih memeluk agama Hindu Syiwa. Labai Lamiah berhasil mengislamkan orang-orang Maanyan yang ada di Banua Lawas atau sekarang disebut Pasar Arba, tidak jauh dari Kalua. Akibatnya, Balai Adat orang Ma’anyan di tempat itu berubah fungsi menjadi Masjid (Marko Mahin, 2003).
Ketika
terjadi perpecahan internal pada kerajaan Negara Dipa, Pangeran
Samudra, seorang dayak Maanyan meminta bantuan Demak untuk berkuasa di
daerah Selatan Kalimantan. Raja Demak mensyaratkan keislaman Pangeran
Samudra, sehingga mengganti namanya menjadi Suriansyah dan kemudian
membangun Kerajaan Banjar pada tahu 1526, sehingga dimulailah etnis
Banjar. Kerajaan Banjar sempat menghegemoni sosial politik di Kalimantan
sehingga bahasa Banjar menjadi familiar di Kaltim dan Kalteng.
Etnis
Kutai, dikenal sebagai kerajaan hindu tertua di nusantara dengan adanya
bukti prasarti Yupa pada abad ke-4 Masehi yang saat itu diperintah oleh
Raja Mulawarman. Kutai, Dayak dan Banjar memiliki beberapa kesamaan
fisik, corak hidup dan bahasa. Kutai juga mengalami Islamisasi setelah
kedatangan muballigh dari Sumatra yang mengajak Raja Kutai untuk memeluk
Islam pada abad ke-17. Sehingga seluruh rakyatnya pun masuk Islam.
Beberapa sejarawan memperkirakan Kutai juga berasal dengan etnis yang
sama dengan dayak.
Pada
abad ke-16, Portugis dan Spanyol datang ke nusantara untuk mencari
sumber daya alam, disebabkan jatuhnya Bizantium oleh Turki yang praktis
mengganggu jalur perekonomian Eropa dengan Asia. Barat (Eropa) mencari
langsung sumber kekayaan ke negeri Timur dengan menjajah dan mencuri
kekayaan di seluruh penjuru negeri. Kedatangan Barat pada gelombang
berikutnya ke nusantara diikuti oleh misionaris untuk menyebarkan agama
Kristen.
Kristen
masuk di Kalimantan melalui daerah utara dan barat. Penjajah, ilmuwan
sekaligus misionaris memasuki pedalaman Kalimantan untuk memetakan
kekayaan alam dan mengenalkan agama Kristen. Maka dimulailah pembentukan
komunitas-komunitas dayak Kristen pada jalur-jalur yang dilaluinya
sampai ke daerah timur Kalimantan.
Kristen
diterima oleh masyarakat pedalaman yang saat itu masih memiliki
keyakinan animisme dan dinamisme. Dikenal pula Kaharingan yang mirip
dengan Hindu dan masih banyak dipegang oleh Dayak daerah Kalteng.
Kristen kemudian menjadi simbol dan identitas bagi sebagian etnis dayak
pada daerah Kalbar, Kalteng dan Kaltim. Di Kaltim sendiri, dayak Kristen
terkonsentrasi di daerah Kutai Barat dan Malinau. Di Kabupaten Berau
terdapat kampung dayak bernama Tumbit Dayak yang beragama Kristen dan
Tumbit Melayu yang beragama Islam, kampung ini hanya bersebelahan di
Kecamatan Kelai.
Beragamanya
corak, model bahasa dan keyakinan hidup yang dimiliki etnis dayak,
tidak memungkinkannya untuk diidentikkan untuk satu kepercayaan/agama
tertentu. Tidak seperti Bugis yang kental dengan Islamnya dan Toraja
yang sudah identik dengan Kristen. Dayak telah memiliki berbagai macam
wajah kultur dan keyakinan. Maka sebuah kekeliruan jika ada seorang
dayak ataupun non-dayak yang memvonis dayak adalah Kristen.
Kompleksitas variasi etnis dayak tidak lantas merupakan sebuah weakness (kelemahan).
Kesamaan harapan, kesadaran nasib dan kondisi yang termarginalisasi
dalam kancah sosial politik dapat menjadi sebuah kekuatan pemersatu dan
soliditas etnis dayak dalam berkontribusi bagi pembangunan bangsa dan
Negara Indonesia tercinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar