Wajah Pendidikan Kaltim
oleh Nugrasius ST
Seberapa tinggi kualitas
pendidikan Kaltim ditengah protes ribuan guru honorer yang selalu disunat
gajinya, ruang kelas roboh, terkena banjir dan debu tambang, ranking
universitas di luar 75 besar hingga dosen yang menjual nilai seharga seratus
ribu rupiah ?
Apakah Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) dapat dijadikan parameter keberhasilan bahwasanya Kaltim dengan
nilai 76,15 diurutan ke 5 nasional secara fakta lebih baik dari Jawa Barat yang
diurutan 16 Nasional ? Bahkan Jawa Timur yang berada diurutan ke 17 nasional
justru menjadi guru bagi Dewan Pendidikan Kaltim dengan proyek dari Institut
Teknik Surabaya (ITS). Permainan rumus IPM untuk menghindari kecemburuan sosial
di bidang pendidikan secara nasional tidak dapat menutupi jomplangnya kualitas
pendidikan antara daerah Jawa dan Kalimantan.
Ada empat aspek yang perlu kita
pertajam terkait rembuk pendidikan se-Kaltim yang dhadiri pihak
Mendikbud ini pada tanggal 28-29 November 2013 ini.
Pertama,
Visi Pendidikan Kaltim.
Sejauh mana visi atau target dari akhir yang ditetapkan dari berbagai
program
pendidikan yang dilangsungkan oleh Dinas Pendidikan Kaltim yang
digawangi Bpk. Musyahrim dan Dewan Pendidikan Kaltim yang dimotori Bpk.
Bukhori ini ? Dengan
anggaran pendidikan sebesar 1,8 triliun rupiah (2012) yang senilai
dengan APBD
banyak kotamadya di daerah lain, hingga 2 tahun ini kita belum memiliki
kualitas
pendidikan Kaltim yang melewati atau bahkan sejajar dengan mutu kualitas
pendidikan di Jakarta, Bandung, Jogjakarta atau Surabaya. Publik berhak
bertanya apa output dari insentif 200 miliar, BOSDA 144 miliar atau
beasiswa
149 miliar yang terbesar se-Indonesia, semoga tidak sekedar mengejar
rekor
MURI. Dengan visi yang akan disusun oleh pemerhati pendidikan inilah
maka
evaluasi dapat dilakukan secara efektif. Selayaknya Kaltim memiliki visi
pendidikan bahwa pada 2018, dengan anggaran terbesar se Indonesia, maka
Kaltim
harusnya telah menjadi kiblat pendidikan se Indonesia. Tidak lagi
menjadi murid
bagi perguruan tinggi dari propinsi lain, namun justru menjadi guru dan
dosen
bagi propinsi lain.
Kedua, aspek kualitas SDM
pendidikan Kaltim. Program peningkatan sertifikasi dan kompetensi bagi 58.800 guru/dosen di Kaltim baru menyentuh 40% nya hingga tahun ini. Apakah telah mencapai target atau belum hanya Dewan /
Dinas Pendidikan yang tahu, atau bahkan tidak diketahui karena tidak adanya
perencanaan dan evaluasi yang baik ? Ibarat tim sepakbola, peningkatan kualitas
pemain telah dilakukan sebagian, namun bagaimana dengan pelatihnya ? Inilah yang belum
tersentuh. Konseptor pendidikan di Kaltim tampaknya perlu menjadi pertanyaan,
siapa dan bagaimana kualitasnya. Sehebat apa mapping dan cetak biru yang bisa
ditata oleh para ahli di Kaltim ? Dalam tulisan sebelumnya tentang
Revitaslisasi Perang Unmul (TribunKaltim Januari 2013
/www.nugrazee.blogspot.com), dapat kita lihat jauhnya kualitas Unmul dibanding
universitas di Jawa. Mampukah konseptor, pengamat, para ahli di universitas
membangun perencanaan dan melaksanakan peningkatan kualitas SDM pendidikan
Kaltim yang baik ? Mengapa tidak membeli ‘pelatih’ dari para ahli di Jakarta
untuk membantu total mendesain pendidikan Kaltim sehingga menjadi terdepan
untuk kepentingan Kaltim ? Unmul yang digawangi Bapak Zamruddin ini hanya
memiliki 150 doktor sementara Institut Teknologi Bandung (ITB) memiliki 745
doktor. Nah apakah yang hendak diciptakan oleh anggaran pendidikan APBD Kaltim
senilai 2 triliun di tahun ini ? Menciptakan doktor dan penelitian siluman ?
Semoga tidak. Semoga ke depan
ada target peningkatan kualitas dan kuantitas SDM Kaltim secara angka dan persentasi.
Kita patut bersyukur salah satu
langkah positif pemerintah dengan mendirikan Institut Teknologi Kalimantan.
Namun impian ini masih jauh mengingat proses pembangunan yang masih cukup lama
plus melengkapi fasilitas perkuliahan dan laboratorium yang cukup besar, semoga
dapat terpenuhi tanpa mengurangi jatah kebutuhan fasilitas pendidikan pada daerah
lainnya. Pemerintah juga perlu memikirkan pengadaan tenaga dosen yang total
mengajar pada ITK atau perguruan tinggi (PT) lainnya, bukan lagi mengandalkan dosen terbang yang
tidak pernah total memikirkan pembangunan Kaltim bahkan justru berupaya merawat
agar proyek dosen terbang dan pembinaan berjalan secara abadi, sehingga mutu
pendidikan Kaltim tidak akan pernah melampui mutu pendidikan darimana sang
dosen terbang berasal.
Ketiga, Pemerataan Pendidikan.
Saat ini fokus peningkatan aspek pendidikan Kaltim hanya fokus pada daerah
pesisir seperti Samarinda, Balikpapan, Kutim, Berau, PPU dan Paser. Sementara
daerah pedalaman atau perbatasan seperti Kutai Barat, Mahulu, Nunukan dan
Malinau (sekarang Kaltara) masih jauh tertinggal. Beberapa universitas /
perguruan tinggi unggulan fokus di Samarinda seperti Universitas Mulawarman,
Untag, Poltek dan Widyagama, sementara di utara terdapat Universitas Borneo dan
Balikpapan berupa Universitas Balikpapan dan STT Migas. Adapun di Tenggarong
yakni Unikarta dan Universitas Sendawar di Barongtongkok masih dikelola Yayasan
(swasta) dengan dana terbatas, sangat miris jika melihat rasio anggaran APBD
yang besar namun tidak menyentuh perguruan tinggi tersebut dengan antusias.
Wacana 3T (terpencil, tertinggal, terdepa) yang akan digaungkan pada Rembuk
Pendidikan semoga tidak menjadi slogan
kosong, namun harus benar-benar dibuat perencanaan matang dan kontrol evaluasi
yang baik sehingga peningkatan kualitas pendidikan daerah pedalaman dapat
tercapai dengan baik.
Keempat,
Aspek Audit. Aspek audit
sangat penting untuk bisa mengevaluasi secara terukur dan benar sejauh
mana
upaya-upaya peningkatan kualitas pendidikan Kaltim berjalan. Kaltim
Cemerlang
kita harapkan mencemerlangi Kaltim, bukan mencemerlangi propinsi dari
daerah
luar Kaltim. Sebagai contoh, siapakah yang benar-benar menerima beasiswa
Kaltim,
benarkah warga Kaltim atau justru banyak diterima warga non-Kaltim ?
Karena pada
prosesnya ada pihak-pihak yang menjad kan proyek beasiswa tersebut,
dengan
memanipulasi data peserta sehingga terjadi kebocoran dimana penerima
beasiswa
tersebut bukan warga yang lahir di Kaltim dan tidak ber-KTP Kaltim.
Selayaknya
dewan pendidikan melakukan publikasi terbuka pada website, peserta
penerima
seluruh beasiswa. Sehingga program berjalan dengan transparan dan
accountable.
Transparansi juga diperlukan pada dinas Pendidikan dalam seluruh program
pencapaian anggaran 2 triliun rupiah nya sangat besar. Dengan masih
timpangnya
kualitas pendidikan di Kaltim, patut menjadi pertanyaan kita semua,
kemana
penggunaan dana sebesar itu ? Keberadaan sekolah siluman di Kutai
Kartanegara
atau mungkin setiap daerah memiliki program siluman yang membuat
kehilangan potensi
masyarakat untuk mengakses biaya pendidikan yang disalahgunakan atau
dikorupsi harus
kita berantas bersama. Terlebih sunatan masal yang tak kunjung selesai
terhadap honor dan insentif para tenaga pendidik, dilaporkan terancam
dipecat, tidak dilaporkan terancam kredit menumpuk, sehingga tenaga
pendidik tidak benar-benar fokus mendidik karena selalu harus mencari
kerja sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Semoga tulisan ini dapat menjadi
advice dan pecut positif untuk perubahan wajah pendidikan Kaltim yang lebih
baik.