Selasa, 16 April 2013

Mencari kepala daerah yang bertanggung jawab

Mencari kepala daerah yang bertanggung jawab
oleh Nugrasius ST
dipublikasikan TribunKaltim 17 April 2013

Apa kabarnya Bapak Suwarna, Ngayoh, Amiens, Imdad, Hafidz, Sofyan, Marthin, serta mantan kepala daerah lainnya ? Kemana mereka ? Masih adakah sisa kepedulian dari mereka pada daerah yang pernah dipimpinnya ?
Nyaris tidak ada lagi sumbangsih pemikiran dan keringat setelah mantan kepala daerah ini menanggalkan jabatannya. Pikirannya fokus untuk mencari jabatan yang lebih tinggi lagi. Psikologi dan motivasi apa yang melatari kepedulian kepala daerah terhadap daerah yang dipimpinnya dapat terlihat pada kontribusinya setelah selesai masa kepemimpinannya. Bekerja tulus dan bekerja karena uang, proyek, kekuasaan bisa kita simpulkan saat mereka tak lagi memimpin dan apa yang ditinggalkannya.
Bagaimana metode para kepala daerah ini mengeksploitasi persenan dari setiap proyek dapat kita lihat di akhir masa jabatannya. Proyek-proyek besar segera dilelang dan dikerjakan, komisi masuk ke kantongnya, menyisakan pekerjaan tanpa komisi pada kepala daerah berikutnya. Itulah mengapa jembatan mahkota dua tak kunjung usai. Karena komisi sudah habis dikantongi pimpinan sebelumnya. Itulah mengapa berganti kepala daerah maka seringpula berganti kontraktor, salah satu sebabnya adalah mengadakan resource komisi baru.
Orientasi pada uang ini menjadi sebuah kultur sehingga setiap kepala daerah berlomba-lomba mengkapitalisasi sumber uang pada masa kepemimpinannya dan tidak ada kepala daerah yang peduli apa yang akan terjadi pada 5, 10 tahun yang akan datang terhadap keputusannya hari ini.
Bencana banjir yang kian parah dan tak terkendali di ibukota propinsi Kaltim salah satu dampak keputusan memberikan ijin tambang dan perumahan sebanyak-banyaknya yang ditanda tangani 5-10 tahun lalu. Seolah tutup mata pada hancurnya lingkungan di Kalimantan Selatan karena tambang skala kecil 10 tahun lalu. Bupati Kutim dan Kubar lebih bijak dengan ijin tambang minimal 5000 hektar sehingga penambangan dilakukan oleh perusahaan besar yang mampu membiayai reklamasi dengan biaya besar, bukan kelas koperasi atau di bawah 500 hektar yang tidak punya dana untuk reklamasi dan recovery lingkungan. Untuk tambang besar pun terkadang lalai dalam lingkungan, terlebih lagi tambang kecil di sekeliling Samarinda yang mencari keuntungan secepatnya dan sebesarnya kemudian kabur meninggalkan lokasi tambangnya.
Kebijakan pembukaan sawit dalam skala besar pada periode kepemimpinan saat ini juga dapat dipastikan akan menjadi bencana lingkungan pada 10 tahun yang akan datang. Siapa peduli ? Fee tambang, sawit, plasma masuk rekening pejabat, sementara sedimentasi akan semakin parah dan tentu saja banjir semakin tak tertangani. Biaya recovery banjir ratusan miliar justru menjadi santapan baru para tikus berdasi.
Masyarakat menjadi korban dari kebijakan yang berorientasi uang untuk sekelompok pejabat  sementara mantan kepala daerah bersama rombongan kabinetnya menghilang tanpa jejak menikmati kekayaan hasil 'kerja kerasnya' tanpa peduli lagi dengan kondisi masyarakat masa kini.
Kita memerlukan kepala daerah yang bekerja seperti Soekarno berjuang mendirikan negara. Tidak ada bayang-bayang apartemen mewah, yang ada bayangan todongan bayonet Jepang dan Belanda. Kita seharusnya memilih kepala daerah yang berani membela rakyat, memprioritaskan kepentingan masyarakat, berorientasi kemakmuran daerahnya dalam jangka panjang. Menomorduakan investor yang membawa hasil kekayaan dan hasil penjualannya ke Jakarta atau negaranya di India, Cina, Korea, Thailand, US dan lain-lain.  Soekarno mewariskan NKRI, Soeharto mewariskan hutang 1000 triliun rupiah, SBY 100 triliun rupiah. Siapa yang menikmati siapa yang membayar ?
Partai dan siapa yang kita pilih kemarin, hari ini dan akan datang adalah cermin diri kita juga. Memilih siapa yang bayar harus berani kita pertanggungjawabkan dengan tidak mengeluhkan atas bencana yang kita terima hari ini dan kelak. Memilih untuk tidak memilih pun memiliki konsekuensi terhadap terpilihnya kepala daerah yang mungkin paling tidak bagus diantara yang tidak bagus. Olehnya jadilah pemilih cerdas serta mampu mengawal meluruskan apabila kepala daerah pilihannya bengkok, tidak amanah, sebagai bentuk pertanggungjawaban kita, bukan sekedar mengirim sms keluhan setiap hari di koran lokal.
Terakhir mari kita evaluasi ulang siapa yang kita pilih kemarin sehingga menjadi kepala daerah hari ini, Pak Awang, Farid, Syaharie, Nusyirwan, Rizal, Heru, Rita, Adi, Burhanuddin, Ridwan, Thomas, Isran, Makmur, Udin, Yansen, Basri dan Pak Budiman. Apa yang mereka bicarakan, peluang menciptakan kesejahteraan atau peluang orientasi jabatan baru dengan pemekaran. Apakah kebijakannya positif untuk masyarakat atau positif untuk investor ? Dalam salah satu dasar kajian fikih Islam, mengindari mudharat lebih utama dari mencari kemaslahatan, apakah kebijakan kepala daerah saat ini secara umum menguntungkan ataukah merugikan dalam jangka panjang? Agar memiliki kepala daerah yang bertanggungjawab, maka anda pun harus memiliki tanggung jawab. Mari tuntaskan perubahan !