Rabu, 23 Oktober 2013

Sejarah Kalimantan,antara asumsi dan distorsi

Sejarah Kalimantan,antara asumsi dan distorsi
oleh Nugrasius ST
dipublikasikan Tribunkaltim  22 Oktober 2013 hal. 7

Menarik sekali kajian tentang temuan jejak prasejarah di gua karst yang menghasilkan interpretasi sejarah budaya manusia setempat berusia 10.000 tahun yang dibahas para arkeolog pada acara seminar cagar budaya kemarin di Balikpapan.
Sejarah ditentukan oleh penguasa, ungkap seorang ilmuwan. Sebagaimana sejarah penokohan Soeharto yang di blow up para think thank Soehartoisme sehingga menenggelamkan banyak aktor sejarah yang tak kalah signifikan perannya dalam membangun RI. Begitu pula tentang era Majapahit yang kitab kumpulan syair singkatnya baru didapatkan pada tahun 1971 dari Belanda. Saya membayangkan jika saja Soeharto seorang keturunan Palembang maka seluruh kurikulum sejarah dipastikan penuh cerita kejayaan Sriwijaya dan hanya menyisakan sedikit kolom untuk Majapahit dan kerajaan 'kecil' lainnya di nusantara.
Sejarah cenderung subyektif, ketiadaan sejarawan ahli keturunan asli Kalimantan membuat sejarah Kalimantan bersifat jawasentris karena para pakar doktor dan profesor didominasi dari Jawa sehingga perspektif dan interpretasi sejarah cukup sulit lepas dari ego menjaga superioritas masing-masing suku bangsanya sendiri. Tak heran Mulawarman dan batu prasastinya menjadi hanya seonggok cerita singkat tak lebih satu halaman karena tidak ada sejarawan Kutai ahli yang peduli untuk mengeksploitasi hal tersebut.
Hitler membangun jiwa superioritas bangsanya dengan mengangkat kebesaran Jerman di masa lalu, efeknya masyarakat Jerman selalu ingin terdepan. Begitu pula Jepang, Cina hari ini tak bosan mengangkat film kebesaran masa lampau, ada dampaknya, pengetahuan akan digdaya moyang masa lalu akan membangun mental percaya diri. Hal itulah yang dilakukan Soeharto dan kesultanan Jawa,yang diikuti oleh masyarakat Bugis sehingga mereka memiliki motivasi kuat untuk selalu tampil terbaik dan terdepan. Maka temuan prasejarah yang menyatakan bahwa masyarakat Sangkulirang sebagai yang tertua di Indonesia, bisa dipastikan tidak dipedulikan oleh tokoh dan pejabat di bumi etam, jika tidak menghasilkan duit, jadilah sejarah tersebut hanya tersimpan di museum dan perpustakaan, dan penduduk asli Kaltim tetap terkenang sebagai masyarakat 'koler' (pemalas).
Tulisan ini mencoba memberikan perspektif sejarah secara singkat dari distorsi (pemutarbalikkan) sejarah Kalimantan serta rekomendasi untuk pengambil kebijakan untuk lebih care terhadap history Kalimantan yang ilmiah.
Hingga saat ini cukup banyak legenda dan dongeng yang berkembang tentang asal mula masyarakat atau kesultanan di Kalimantan, baik Kutai, Banjar, Paser, Bulungan, Sendawar, Tidung dan lain-lain, namun sayangnya data informasi cerita/artefak tersebut tidak diproses menjadi produk ilmiah sehingga dapat dijadikan referensi yang dapat dipertanggungjawabkan. Di Kaltim, satu-satunya sejarah lampau ilmiah ialah temuan prasasti Yupa tentang Mulawarman yang dikonferensikan para ahli Belanda pada pertemuan ilmiah dengan analisis data yang kuat. Diluar itu, sejak abad 6 sampai 18 masehi, berisi kumpulan cerita dan dongeng yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Transformasi kerajaan Kutai Martapura menjadi Kutai Kartanegara tidak memiliki landasan ilmiah yang kuat dan jelas. Masuk Islamnya raja Kutai pun punya banyak versi yang belum tersimpulkan, apakah pendakwah dari melayu atau sulawesi, apakah berislam karena kalah duel ilmu gaib atau karena faktor faktual, tidak ada referensi yang jelas. Bulungan, proses pembentukan kerajaan/kesultanan dari kelas masyarakat Dayak Kayan/Kenyah masih terpendam pada tingkat cerita masyarakat. Bahkan di Sendawar, banyaknya guji kuno di museum lamin dengan nama Song, yang mungkin terkoneksi pada kekaisaran Song Cina di abad 10 Masehi, terisolasi dalam sejarah gelap karena ketiadaan tradisi ilmiah untuk mengungkap fakta-fakta tersebut. Batu Ukir di Sendawar yang serupa dengan model batuan Gunung Padang di Jabar yang tidak lain adalah hasil erupsi batuan beku berstruktur columnar joint, bisa saja Batu Ukir tersebut didramatisasi sebagai warisan prasejarah sebagaimana proyek dramatisasi Gunung Padang. Perolehan anggaran miliaran rupiah dan prestise, hasil menggadaikan ilmu saintis dengan produk sejarah digdaya masa lalu.
Masyarakat Kalimantan masih enjoy tenggelam dalam suasana sakralitas dan misteri, hal itu terkadang terasa lebih nikmat daripada membongkar situs sejarah untuk pengetahuan. Di Kalsel, sejarah kerajaan Banjar terbagi menjadi 3 versi, orang Banjar berupaya menjaga eksistensi bahwa kerajaannya yang baru berusia 500 tahun adalah turunan kerajaan Tanjungpura yang belum diketahui bukti sejarahnya sama sekali. Sementara Dayak Maanyan mengklaim bahwa Banjar adalah turunan kerajaan Maanyan Nansarunai yang runtuh diserang Majapahit di abad 14 Masehi dimana raja Maanyan terakhir, raja Anyan menyisakan turunan yang nantinya mendirikan Kerajaan Banjar dan Paser Belengkong di abad ke 16 Masehi. Sementara Soeharto pun membuat sejarahnya sendiri bahwa di antara Nansarunai dan Banjarmasin terbentuk kerajaan Negara Dipa dan Daha yang mana darah Majapahit punya investasi saham darah pada raja-rajanya. Bagaimana cara membuktikan mana yang benar ? Buka makam raja Banjar pertama di Banjarmasin dan makan raja Anyan di Balangan serta makam Ratu Paser di Grogot, lakukan tes DNA, uji kecocokan dan kebenarannya. Lalu pugar lagi makamnya menjadi lebih baik sebagaimana dilakukan peneliti pada makam raja-raja Firaun Mesir, Maya dan lain-lain. Namun dapat dipastikan hal ini akan ditolak para tokoh tetua yang tradisional dengan alasan menjaga sakralitas dan penghormatan. Apakah tujuan penelitian identik merendahkan? Pola pikir masyarakat kita masih tenggelam di era Zaman Kegelapan.
Oleh karena itu, butuh proses untuk membangun kesadaran kultur ilmiah terhadap sejarah peninggalan Kalimantan sehingga teka teki era Sangkulirang ke Kutai Martadipura dan koneksinya hingga saat ini dapat terjawab dengan benar. Sedikit mengherankan mengapa era paska Mulawarman hingga Kutai Kartanegara selama 700 tahun tidak menyisakan sejarah apapun di Kalimantan, hanya tersisa Sriwijaya dan Syailendra (Mataram Kuno) di nusantara pada abad-abad tersebut. Cukup aneh pula, profesor dan doktor Australia lebih dahulu meneliti konektifitas (Dayak) Maanyan dan Madagaskar (Afrika Timur) dimana hasil penelitiannya menyebutkan 50% bahasa Madagaskar merupakan Bahasa Maanyan (Barito). Interpretasi ilmiah yang berkembang, pendudukan Maanyan telah bermigrasi diperkirakan terjadi pada era Kutai Martadipura (abad 5M) atau era Sriwijaya (abad 7-10M). Para sejarawan Majapahit justru menelikung bahwa Madagaskar di bawah pengaruh Majapahit tanpa landasan ilmiah dan hanya didasarkan persepektif subjektif dan egosentris.
Nah, melalui momentum diskusi ilmiah Prasejarah Sangkulirang, diharapkan pengambil kebijakan di Kaltim seperti Bapak Gubernur Awang Farouk Ishak, Walikota Syahari Jaang, Bupati Rita Widyasari-Ismael Thomas-Isran Noor-Ridwan Suidi-Arifin Budiman-Undunsyah-Yusran Aspar dapat memberikan perhatian lebih terhadap aspek sejarah, sehingga terbentuk nilai sejarah yang ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan, kedua proses, dimana dilakukan transformasi pola pikir dari tradisional menjadi intelektual dan ketiga pengelolaannya berupa produk 'proud' (rasa bangga) sehingga berkontribusi menciptakan SDM lokal dengan etos kerja tinggi, mandiri dan percaya diri. Salam.