Perlukah DOB Samarinda Selatan ?
Radar Kaltim 2 Agustus 2016
Daerah
Otonomi Baru (DOB) Samarinda Selatan/Seberang (SS) semakin mengemuka
beberapa pekan terakhir di tengah melorotnya APBD hampir semua
kabupaten/kota. Pertanyaannya apakah tuntutan DOB SS didasarkan sebagai
upaya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan infrastruktur atau
sekedar tujuan politis menambah kursi baru eksekutif dan legislatif ?
Sudahkah dilakukan kajian ilmiah dan studi terhadap kebutuhan DOB
tersebut ?
Salah satu studi untuk menganalisa urgensi
kebutuhan tersebut ialah melalui studi komparasi, perbandingan
kondisional geografis-demografis kota Samarinda dengan beberapa kota
besar lainnya di Indonesia. Sehingga dapat memberikan gambaran seberapa
'kebelet' kah DOB SS ini diperlukan. Beberapa kota yang setara atau
lebih besar di antaranya adalah Jakarta Makassar, Bandung, Medan dan
lain-lain.
Secara statistik luas Kotamadya Samarinda adalah
(pembulatan) 720 km2 , lebih besar jika dibandingkan dengan Makassar
200 km2, Bandung 170 km2, Medan 260 km2 dan setara Jakarta 660 km2 .
Sebaliknya penduduk Samarinda sebanyak 900.000 jiwa (pembulatan), lebih
kecil dari Makassar 1.300.000 jiwa, Bandung 2.700.000 jiwa
(3xSamarinda), Medan 2.400.000 jiwa dan Jakarta 9.000.000
(10xSamarinda). Dapat diketahui bagaimana kepadatan penduduk dari
kota-kota di atas, Samarinda masih terhitung paling longgar atau masih
sangat luas tanah yang belum dimanfaatkan sebagai pemukiman.
Secara
administrasi tata pemerintahan, Samarinda memiliki 10 kecamatan,
Makassar 14, Bandung 30, Jakarta terbagi lagi menjadi 44, sementara
Medan 21 kecamatan. Kita melihat bagaimana Samarinda masih terhitung
paling 'halus' secara statistik administrasi jika dibandingkan beberapa
kota 'ganal' lainnya, namun kota-kota besar tersebut masih dapat
dipegang oleh sepasang walikota dan wakilnya. Apakah Samarinda sudah
pada kondisi overload sehingga jajaran eksekutif-legislatif disimpulkan
tak sanggup lagi mengelola Samarinda yang 'halus' ini ?
Studi
komparasi statistik sederhana di atas dapat kita nilai bahwa kondisi
Samarinda secara keseluruhan masih dalam kondisi yang seharusnya masih
dapat terhandle. Lantas apakah penyebab 'kebelet'nya wacana DOB
SS ? Evaluasi berikutnya adalah tingkat kepuasan/ketidakpuasan
masyarakat. Sudahkah dilakukan kajian tingkat kepuasan masyarakat SS ?
Sudah gentingkah sehingga harus dimekarkan lagi ? Beruntung kalau PAD
terbesar dari SS, tapi jika PAD terbesar ternyata dari Samarinda
'Utara'(SU), maka haruskah Utara nanti bersedekah pada penduduk
Selatan/Seberang untuk APBD-nya ? Keributan banjir dan macet justru
terjadi di SU jadi seharusnya SU yang meminta DOB mengapa justru SS yang
telah memiliki jalan cor luas dan mulus yang minta talak ? Dimanakah
dan seberapa banyak titik-titik banjir parah di selatan jika
dibandingkan dengan utara ?
Dengan APBD yang defisit saat ini
bahkan sampai tahun depan, alangkah baiknya dikaji terlebih dahulu
darimana pendapatan pajak,retribusi dan sumber lainnya SS jika masih
'ngotot' digelontorkan. Bayangkan ada dinas yang sama tingkat kota hanya
berjarak 1 km, SU di Karang Asam, SS di Seberang, berapa puluh miliar
dana yang digelontorkan untuk pengadaan dinas-dinas baru hanya untuk
melengkapi syarat administrasi, jangan-jangan nanti ada dinas baru
menumpang kantor dengan dinas lama, bari supan.
Industri-infrastruktur
apa yang dimiliki SS untuk menopang perekonomiannya? Pelabuhan baru
yang dulu diprotes, jalan cor yang dulu juga diprotes, tambang batubara
yang sudah tutup sebagian dan sempat membanjiri satu kampung di Palaran,
galangan kapal, perumahan, distributor semen, dan berbagai jasa
lainnya. Cukupkah hal itu menopang APBD SS, mensejahterakan dan
meniadakan lagi protes melalui sms ? Atau justru akan muncul banyak
masalah baru ? Jika hasil kajian ilmiah objektif menghasilkan
ketidaklayakkan, maka jangan sampai semangat DOB hanya untuk memuaskan
dahaga kursi politik semata untuk beberapa orang/golongan.
Samarinda
masih dalam fase pembangunan, dan terus berbenah, lebih baik
mensinergikan mendukung program pembangunan bersama dengan kritik
konstruktif. Dan jangan lupa sebelum mengkritik, pastikan sudah memiliki
KTP Samarinda. Salam pembangunan !
Ir. Nugrasius
Tidak ada komentar:
Posting Komentar