Jumat, 29 November 2013

Wajah Pendidikan Kaltim

Wajah Pendidikan Kaltim
oleh Nugrasius ST

Seberapa tinggi kualitas pendidikan Kaltim ditengah protes ribuan guru honorer yang selalu disunat gajinya, ruang kelas roboh, terkena banjir dan debu tambang, ranking universitas di luar 75 besar hingga dosen yang menjual nilai seharga seratus ribu rupiah ?
Apakah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dapat dijadikan parameter keberhasilan bahwasanya Kaltim dengan nilai 76,15 diurutan ke 5 nasional secara fakta lebih baik dari Jawa Barat yang diurutan 16 Nasional ? Bahkan Jawa Timur yang berada diurutan ke 17 nasional justru menjadi guru bagi Dewan Pendidikan Kaltim dengan proyek dari Institut Teknik Surabaya (ITS). Permainan rumus IPM untuk menghindari kecemburuan sosial di bidang pendidikan secara nasional tidak dapat menutupi jomplangnya kualitas pendidikan antara daerah Jawa dan Kalimantan.
Ada empat aspek yang perlu kita pertajam terkait rembuk pendidikan se-Kaltim yang dhadiri pihak Mendikbud ini pada tanggal 28-29 November 2013 ini.
Pertama, Visi Pendidikan Kaltim. Sejauh mana visi atau target dari akhir yang ditetapkan dari berbagai program pendidikan yang dilangsungkan oleh Dinas Pendidikan Kaltim yang digawangi Bpk. Musyahrim dan Dewan Pendidikan Kaltim yang dimotori Bpk. Bukhori ini ? Dengan anggaran pendidikan sebesar 1,8 triliun rupiah (2012) yang senilai dengan APBD banyak kotamadya di daerah lain, hingga 2 tahun ini kita belum memiliki kualitas pendidikan Kaltim yang melewati atau bahkan sejajar dengan mutu kualitas pendidikan di Jakarta, Bandung, Jogjakarta atau Surabaya. Publik berhak bertanya apa output dari insentif 200 miliar, BOSDA 144 miliar atau beasiswa 149 miliar yang terbesar se-Indonesia, semoga tidak sekedar mengejar rekor MURI. Dengan visi yang akan disusun oleh pemerhati pendidikan inilah maka evaluasi dapat dilakukan secara efektif. Selayaknya Kaltim memiliki visi pendidikan bahwa pada 2018, dengan anggaran terbesar se Indonesia, maka Kaltim harusnya telah menjadi kiblat pendidikan se Indonesia. Tidak lagi menjadi murid bagi perguruan tinggi dari propinsi lain, namun justru menjadi guru dan dosen bagi propinsi lain.
Kedua, aspek kualitas SDM pendidikan Kaltim. Program peningkatan sertifikasi  dan kompetensi bagi  58.800 guru/dosen di Kaltim baru menyentuh 40% nya hingga tahun ini. Apakah telah mencapai target atau belum hanya Dewan / Dinas Pendidikan yang tahu, atau bahkan tidak diketahui karena tidak adanya perencanaan dan evaluasi yang baik ? Ibarat tim sepakbola, peningkatan kualitas pemain telah dilakukan sebagian, namun bagaimana dengan pelatihnya ? Inilah yang belum tersentuh. Konseptor pendidikan di Kaltim tampaknya perlu menjadi pertanyaan, siapa dan bagaimana kualitasnya. Sehebat apa mapping dan cetak biru yang bisa ditata oleh para ahli di Kaltim ? Dalam tulisan sebelumnya tentang Revitaslisasi Perang Unmul (TribunKaltim Januari 2013 /www.nugrazee.blogspot.com), dapat kita lihat jauhnya kualitas Unmul dibanding universitas di Jawa. Mampukah konseptor, pengamat, para ahli di universitas membangun perencanaan dan melaksanakan peningkatan kualitas SDM pendidikan Kaltim yang baik ? Mengapa tidak membeli ‘pelatih’ dari para ahli di Jakarta untuk membantu total mendesain pendidikan Kaltim sehingga menjadi terdepan untuk kepentingan Kaltim ? Unmul yang digawangi Bapak Zamruddin ini hanya memiliki 150 doktor sementara Institut Teknologi Bandung (ITB) memiliki 745 doktor. Nah apakah yang hendak diciptakan oleh anggaran pendidikan APBD Kaltim senilai 2 triliun di tahun ini ? Menciptakan doktor dan penelitian siluman ? Semoga tidak. Semoga ke depan ada target peningkatan kualitas dan kuantitas SDM Kaltim secara angka dan persentasi.
Kita patut bersyukur salah satu langkah positif pemerintah dengan mendirikan Institut Teknologi Kalimantan. Namun impian ini masih jauh mengingat proses pembangunan yang masih cukup lama plus melengkapi fasilitas perkuliahan dan laboratorium yang cukup besar, semoga dapat terpenuhi tanpa mengurangi jatah kebutuhan fasilitas pendidikan pada daerah lainnya. Pemerintah juga perlu memikirkan pengadaan tenaga dosen yang total mengajar pada ITK atau perguruan tinggi (PT) lainnya, bukan lagi mengandalkan dosen terbang yang tidak pernah total memikirkan pembangunan Kaltim bahkan justru berupaya merawat agar proyek dosen terbang dan pembinaan berjalan secara abadi, sehingga mutu pendidikan Kaltim tidak akan pernah melampui mutu pendidikan darimana sang dosen terbang berasal.
Ketiga, Pemerataan Pendidikan. Saat ini fokus peningkatan aspek pendidikan Kaltim hanya fokus pada daerah pesisir seperti Samarinda, Balikpapan, Kutim, Berau, PPU dan Paser. Sementara daerah pedalaman atau perbatasan seperti Kutai Barat, Mahulu, Nunukan dan Malinau (sekarang Kaltara) masih jauh tertinggal. Beberapa universitas / perguruan tinggi unggulan fokus di Samarinda seperti Universitas Mulawarman, Untag, Poltek dan Widyagama, sementara di utara terdapat Universitas Borneo dan Balikpapan berupa Universitas Balikpapan dan STT Migas. Adapun di Tenggarong yakni Unikarta dan Universitas Sendawar di Barongtongkok masih dikelola Yayasan (swasta) dengan dana terbatas, sangat miris jika melihat rasio anggaran APBD yang besar namun tidak menyentuh perguruan tinggi tersebut dengan antusias. Wacana 3T (terpencil, tertinggal, terdepa) yang akan digaungkan pada Rembuk Pendidikan semoga tidak menjadi  slogan kosong, namun harus benar-benar dibuat perencanaan matang dan kontrol evaluasi yang baik sehingga peningkatan kualitas pendidikan daerah pedalaman dapat tercapai dengan baik.
Keempat, Aspek Audit. Aspek audit sangat penting untuk bisa mengevaluasi secara terukur dan benar sejauh mana upaya-upaya peningkatan kualitas pendidikan Kaltim berjalan. Kaltim Cemerlang kita harapkan mencemerlangi Kaltim, bukan mencemerlangi propinsi dari daerah luar Kaltim. Sebagai contoh, siapakah yang benar-benar menerima beasiswa Kaltim, benarkah warga Kaltim atau justru banyak diterima warga non-Kaltim ? Karena pada prosesnya ada pihak-pihak yang menjad kan proyek beasiswa tersebut, dengan memanipulasi data peserta sehingga terjadi kebocoran dimana penerima beasiswa tersebut bukan warga yang lahir di Kaltim dan tidak ber-KTP Kaltim. Selayaknya dewan pendidikan melakukan publikasi terbuka pada website, peserta penerima seluruh beasiswa. Sehingga program berjalan dengan transparan dan accountable. Transparansi juga diperlukan pada dinas Pendidikan dalam seluruh program pencapaian anggaran 2 triliun rupiah nya sangat besar. Dengan masih timpangnya kualitas pendidikan di Kaltim, patut menjadi pertanyaan kita semua, kemana penggunaan dana sebesar itu ? Keberadaan sekolah siluman di Kutai Kartanegara atau mungkin setiap daerah memiliki program siluman yang membuat kehilangan potensi masyarakat untuk mengakses biaya pendidikan yang disalahgunakan atau dikorupsi harus kita berantas bersama. Terlebih sunatan masal yang tak kunjung selesai terhadap honor dan insentif para tenaga pendidik, dilaporkan terancam dipecat, tidak dilaporkan terancam kredit menumpuk, sehingga tenaga pendidik tidak benar-benar fokus mendidik karena selalu harus mencari kerja sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Semoga tulisan ini dapat menjadi advice dan pecut positif untuk perubahan wajah pendidikan Kaltim yang lebih baik.

1 komentar:

  1. Mantap tulisannya.
    Mari kita bangun warga muda kalimantan melalui tulisan.

    BalasHapus