Selasa, 12 November 2013

Longsornya (Jalan) Kutai Kartanegara, Tanda Antiklimaks ?

Longsornya (Jalan) Kutai Kartanegara, Tanda Antiklimaks ?

oleh Nugrasius ST
Koordinator Forum Peduli Borneo Kaltim
Kontak HP 081255545444
dipublikasikan TirbunKaltim 9 November 2013 halaman 7

Kutai Kartanegara sudah terkenal di Eropa sejak abad ke 19 karena produksi batubara dan migasnya. Bahkan wajah Sultan AM Sulaiman masuk dalam koran harian Eropa saat itu sebagai sultan dan kerajaan yang kaya.
Sayangnya akhir-akhir ini kita melihat drama ironi dari kabupaten yang yang pada tahun 2011 memuntahkan batubara 53 juta metrik ton atau senilai 26,5 triliun rupiah (dengan harga rata-rata Rp500.000,-/MT). Jembatan kebanggaan Kutai Kartanegara runtuh, pulau Kumala yang sepi, kasus hukum Patung Lembuswana, tidak memiliki bandara pesawat, hingga akhirnya jalan Sanga-sanga yang longsor.
Pembelian pesawat tanpa awak senilai 500 juta rupiah yang dibarengi longsornya jalan Sanga-sanga membuat kita bertanya seberapa baik kualitas SDM Kukar dalam mengelola segala aspek unsur pertumbuhan ekonominya? Seluruh jajaran pemda Kukar kompak membangun opini jalan longsor disebabkan bencana alam, sesederhana itukah para pejabat teknis yang sebagian sudah S2 menyimpulkan ?
Jika Bakri bisa memiliki tim pembela dari doktor profesor yang menggiring opini bahwa bencana lumpur Lapindo Sidoarjo adalah bencana alam, sehingga memperoleh bantuan APBN Miliaran rupiah, apakah pemda Kukar juga akan dibela para akademisi di Unmul / Kaltim ? Entahlah, namun saya teringat ketika sedang mengurus presentasi Rencana kerja sebuah perusahaan tambang di pada dinas pertambangan dan energi di salah satu kabupaten Kaltim. Budget yang diminta oleh pejabat tersebut dan wajib saya siapkan senilai 20 juta rupiah yang akan dibagikan kepada seluruh hadirin dari berbagai kabid, kasi dan kepala SKPD lain yang terkait. Saya membayangkan ada 100 lebih perusahaan tambang semisal di Kukar, menyetorkan hal yang sama, dimana setahun ada beberapa presentasi dan surat rekomendasi yang harus ditebus (royalti under table), barangkali penghasilan kepala pimpinan minimal 200 juta rupiah per bulan. Ditambah padatnya presentasi ratusan perusahaan membuat presentasi dilangsungkan secara singkat, laporan lingkungan dan teknis yang kopi pasta, tanpa kajian yang mendalam dan serius, tak heran banyak terjadi kecelakaan tambang. Masyarakat yang mati tenggelam di lubang paska tambang hingga putusnya jalan Sanga-sanga kemarin yang sempat beberapa kali saya lintasi sebelumnya.
Saya lebih mengkhawatirkan longsornya jalan di samping tambang PT. ECI yang sudah menunjukkan tanda-tanda indikasi akan longsor, namun tidak ada respon dari Pemda, justru terlebih dahulu longsor jalan poros Sanga-sanga tersebut. Dalam kajian teknis BLH, Distamben, dan Dishub, memiliki kewajiban analisa lingkungan, jarak aktivitas tambang terhadap fasilitas umum/publik. Namun melihat puluhan lubang tambang menganga baik aktif maupun tidak aktif dekat dengan jalan publik sangat jelas kita simpulkan tidak bekerjanya pejabat pemda terkait dalam hal pengawasan. Alasan kekurangan pengawas sangat irrasional terhadap aktifitas kegiatan dengan transaksi bisnis puluhan miliar rupiah per harinya.
Sudah saatnya Bupati Kukar Rita Widyasari berani dengan tegas menertibkan dan memberi sangsi keras terhadap kegiatan tambang yang tidak menerapkan prosedur penambangan yang baik atau good mining practice dengan dan harus mengacu pada stabilitas lingkungan. Penertiban konsultan lingkungan yang dibayar 100 juta untuk UKL/UPL dan 300 juta untuk AMDAL juga perlu diaudit dan ditertibkan selain BLH terkait rekomendasi lingkungan yang dikeluarkan benar-benar memiliki landasan ilmiah penelitian yang baik bukan berdasarkan tebal laporan dan amplopnya.
Fee royalti tambang yang banyak diterima pejabat pemda tampaknya membuat pengusaha dan mafia tambang merdeka dan bertindak sesuka hati melakukan eksploitasi dengan serakah. Semua permasalahan seolah selesai dengan acara pesta tengah malam dengan sajian wanita molek dan minuman keras. Seharusnya pejabat pemda tetap memiliki batas toleransi atau etika terhadap kegiatan mafia tersebut, guna mencegah derita penduduk yang terkena dampak banjir akibat tanggul jebol dan jalan runtuh. Seorang bupati atau walikota sebagai pejabat tertinggi  hendaknya tegas menghentikan kegiatan tambang yang melampaui batas, karena terkadang kepala dinas sungkan, jika tambang yang hendak dihentikan ternyata ada saham bupati / walikota di dalamnya. Mau mengehentikan bisa berakibat rotasi / mutasi jabatan di lahan kering.
Komitmen terpenting dari aspek perubahan ialah goodwill dari bupati/walikota terkait untuk menciptakan sistem tata kelola pertambangan yang lebih baik, tidak sekedar investor oriented tapi juga berorientasi pada peningkatan kesejahteraan ekonomi penduduk setempat secara signifikan. Hentikanlah menipu masyarakat dengan kegiatan CSR senilai 0,01% dari profit net perusahaan tambang, dipotret lalu dipublikasikan dikoran dengan meriah, sementara si pemilik uang bisa membeli Klub Sepak Bola Eropa triliunan rupiah. Semoga pemerintah daerah kita bisa lebih cerdas dan menjadi pahlawan di kabupatennya sendiri di Kaltim. Selamat Hari Pahlawan.

1 komentar: