Suatu Hari di Blok Mahakam
dipublikasikan Kaltimpost 4 Februari 2015 hal.2
Suatu hari di tahun 2010, saya menginjakkan kaki di salah
satu rig Blok Mahakam (BM). Untuk pertama kalinya saya bekerja di offshore
(lepas pantai) industri minyak dan gas yang dikelola PT. Total Indonesie. Untuk
bisa masuk bekerja di rig lepas pantai, terlebih dahulu menjalani pelatihan
BOSIET (Basic Offshore Safety Induction and Emergency Training) sebagai tiket
masuk yakni pelatihan pengenalan dasar keselamatan kerja lepas pantai.
Pelatihan terberat saat menjalani simulasi helikopter terbalik menggunakan
peraga heli mini di kolam renang, dibolak balik beberapa kali di dalam air
kemudian berupaya menyelamatkan diri keluar ke permukaan. Tantangan pertama.
Bekerja di lingkungan lepas pantai hanya lautan
menghampar di depan mata, tak ada warung kopi yang bisa dikunjungi selain ruang
istirahat, nonton tv bersama bule (pekerja asing) dengan AC (air conditioner)
menyengat. Pagi sarapan, menjelang siang ngopi sejenak, siang makan, sore ngopi
lagi, ganti shift, makan malam, nobar lagi ditutup dengan ritual tidur malam.
Terjamin naik berat badan.
Umumnya rig-rig di lepas pantai sekitar blok Mahakam
masih bisa menangkap signal dari BTS-BTS di bibir pantai. Selamatlah karyawan
yang ingin melepas penat dengan menelpon keluarga dengan handphone. Terkadang
untuk rig-rig yang jauh di tengah laut tanpa signal, harus menggunakan telpon
yang disediakan rig untuk menghubungi keluarga, antri pula. Beruntung untuk rig
yang tersedia fasilitas fitness bisa berolahraga sayangnya tidak merata di
setiap rig, termasuk ijin maunjun (memancing) tergantung selera pimpinan rig
(company man) masing-masing.
Company Man, nama jabatan untuk pemegang tanggung jawab
tertinggi di rig, bertanggung jawab terhadap keselamatan kerja dan target
pencapaian proyek pengeboran. Memimpin owner (Total) dan kontraktor
(Halliburton, Schlumberger, Geoservice, dll) dengan ketat dan detail pada
setiap fase pengeboran. Kebetulan pemimpinnya bule Amerika dengan bahasa
Inggris logat Texas. Jadi listening (mendengar) dalam komunikasi mesti good
English. Paling mudah dipahami saat si bule marah-marah sembari mengucapkan
kata f*ck berkali-kali, sudah biasa.
Banyaknya pekerja asing di rig migas sering menjadi
guyonan rekan-rekan kerja, bahwa mereka di daerah asalnya mungkin hanya pekerja
keras, semacam, kuli, sopir, ojek, dan satu-satunya kelebihan mereka adalah
bisa berbahasa Inggris. Pada hakikatnya tidak ada satupun kompetensi yang
dimiliki pekerja asing yang tidak dimiliki orang pekerja WNI. Hampir semua
posisi dalam proyek eksplorasi migas dapat dilakukan oleh WNI karena proyek
migas bukan barang baru di Indonesia tapi sudah puluhan tahun. Bahkan Pertamina
sudah memiliki proyek eksplorasi di Afrika dan Amerika Selatan. Blok Mahakam ?
Kecil !
Hal yang paling menarik saya temukan di rig adalah ketika
berjumpa dengan seorang pemuda berusia sekitar 27 tahun, lulusan S1 Teknik
Mesin di salah satu perguruan tinggi di Jawa, sedang menjalani program
persiapan sebagai Company Man. Calon Company Man termuda memimpin proyek
ratusan miliar dengan berbagai professional manpower berpengalaman. Saya
terkejut dan tertegun. Luar biasa program yang dijalankan Total, entah saat ini
pemuda tersebut sudah menjadi company man atau belum, yang jelas ia sudah
menjalani pelatihan khusus di Perancis plus kursus Bahasa Perancis.
Saya sempat tergelitik, saat perdebatan wacana peralihan
Blok Mahakam dari Total ke Pertamina atau perusahaan nasional sejenisnya,
beberapa opini dari Total mengungkapkan ketidakmampuan Pertamina atau Indonesia
mengelola Blok Mahakam. Bagi kalangan professional migas, mereka bahkan tertawa
lepas perang opini mengingat para ahli migas Indonesia sudah menyebar overseas
menangani proyek migas di luar negeri. Bahkan seorang senior saya, sudah
menjadi pimpinan manager di salah satu konsultan ekplorasi produsen minyak
terbesar di Arab Saudi.
Berbicara perebutan Blok Mahakam, bukan hanya persoalan sharing
keuntungan, duit untuk daerah. Tapi transfer kompetensi tenaga ahli bagi
masyarakat daerah, masyarakat Kalimantan Timur. Inilah hal yang tidak tersentuh
dalam kericuhan perebutan Blok Mahakam. Hanya uang yang berkilau di depan mata.
Tidak ada yang berpikir bagaimana menciptakan semacam company man company man
muda dari masyarakat Kaltim.
Belajar dari Cina sebagaimana yang diceritakan Reynald
Kasali saat bertandang di Senyiur, Samarinda tahun lalu. Cina, membuka tender
proyek Pembangkit Listrik dari Eropa, nilai ratusan milyar dolar yang
menggiurkan, akan tetapi, Cina mempersyaratkan transfer ilmu pengetahuan dan
teknologi untuk tenaga ahli Cina. Sedikit berat, tapi akhirnya disetujui oleh
pemenang tender dari Eropa. Walhasil, kini Cina mampu membuat banyak pembangkit
listirk serupa dari tenaga ahlinya sendiri, dan tentu saja lebih low cost.
Hal yang kurang terpikirkan para stake holder Kaltim
untuk lebih serius melahirkan tenaga ahli asal Kaltim yang professional dan
berkompeten dalam membangun Kaltim. Inilah saatnya menyelipkan butir syarat,
jika masih sempat, agar, siapapun pemenang tender Blok Mahakam, wajib transfer
sains dan teknologi kepada masyarakat Kaltim, dari tingkat supervisor hingga
managerial. Jika tidak sekarang, kapan lagi ? Uang akan habis, namun ilmu
pengetahuan akan menumbuhkan hutan uang yang lebih banyak, uang untuk membangun
Kalimantan. Selamat Berjuang kepada rekan-rekan yang memperjuangkan Blok
Mahakam dan semoga hasilnya signigikan untuk kesejahteraan seluruh masyarakat
Kalimantan Timur.
Oleh
Nugra, ST
Koordinator Forum Peduli Borneo
@nugrazee
Tidak ada komentar:
Posting Komentar