Selasa, 03 Februari 2015

Suatu Hari di Blok Mahakam



Suatu Hari di Blok Mahakam
dipublikasikan Kaltimpost 4 Februari 2015 hal.2
Suatu hari di tahun 2010, saya menginjakkan kaki di salah satu rig Blok Mahakam (BM). Untuk pertama kalinya saya bekerja di offshore (lepas pantai) industri minyak dan gas yang dikelola PT. Total Indonesie. Untuk bisa masuk bekerja di rig lepas pantai, terlebih dahulu menjalani pelatihan BOSIET (Basic Offshore Safety Induction and Emergency Training) sebagai tiket masuk yakni pelatihan pengenalan dasar keselamatan kerja lepas pantai. Pelatihan terberat saat menjalani simulasi helikopter terbalik menggunakan peraga heli mini di kolam renang, dibolak balik beberapa kali di dalam air kemudian berupaya menyelamatkan diri keluar ke permukaan. Tantangan pertama.
Bekerja di lingkungan lepas pantai hanya lautan menghampar di depan mata, tak ada warung kopi yang bisa dikunjungi selain ruang istirahat, nonton tv bersama bule (pekerja asing) dengan AC (air conditioner) menyengat. Pagi sarapan, menjelang siang ngopi sejenak, siang makan, sore ngopi lagi, ganti shift, makan malam, nobar lagi ditutup dengan ritual tidur malam. Terjamin naik berat badan.
Umumnya rig-rig di lepas pantai sekitar blok Mahakam masih bisa menangkap signal dari BTS-BTS di bibir pantai. Selamatlah karyawan yang ingin melepas penat dengan menelpon keluarga dengan handphone. Terkadang untuk rig-rig yang jauh di tengah laut tanpa signal, harus menggunakan telpon yang disediakan rig untuk menghubungi keluarga, antri pula. Beruntung untuk rig yang tersedia fasilitas fitness bisa berolahraga sayangnya tidak merata di setiap rig, termasuk ijin maunjun (memancing) tergantung selera pimpinan rig (company man) masing-masing.
Company Man, nama jabatan untuk pemegang tanggung jawab tertinggi di rig, bertanggung jawab terhadap keselamatan kerja dan target pencapaian proyek pengeboran. Memimpin owner (Total) dan kontraktor (Halliburton, Schlumberger, Geoservice, dll) dengan ketat dan detail pada setiap fase pengeboran. Kebetulan pemimpinnya bule Amerika dengan bahasa Inggris logat Texas. Jadi listening (mendengar) dalam komunikasi mesti good English. Paling mudah dipahami saat si bule marah-marah sembari mengucapkan kata f*ck berkali-kali, sudah biasa.
Banyaknya pekerja asing di rig migas sering menjadi guyonan rekan-rekan kerja, bahwa mereka di daerah asalnya mungkin hanya pekerja keras, semacam, kuli, sopir, ojek, dan satu-satunya kelebihan mereka adalah bisa berbahasa Inggris. Pada hakikatnya tidak ada satupun kompetensi yang dimiliki pekerja asing yang tidak dimiliki orang pekerja WNI. Hampir semua posisi dalam proyek eksplorasi migas dapat dilakukan oleh WNI karena proyek migas bukan barang baru di Indonesia tapi sudah puluhan tahun. Bahkan Pertamina sudah memiliki proyek eksplorasi di Afrika dan Amerika Selatan. Blok Mahakam ? Kecil !
Hal yang paling menarik saya temukan di rig adalah ketika berjumpa dengan seorang pemuda berusia sekitar 27 tahun, lulusan S1 Teknik Mesin di salah satu perguruan tinggi di Jawa, sedang menjalani program persiapan sebagai Company Man. Calon Company Man termuda memimpin proyek ratusan miliar dengan berbagai professional manpower berpengalaman. Saya terkejut dan tertegun. Luar biasa program yang dijalankan Total, entah saat ini pemuda tersebut sudah menjadi company man atau belum, yang jelas ia sudah menjalani pelatihan khusus di Perancis plus kursus Bahasa Perancis.
Saya sempat tergelitik, saat perdebatan wacana peralihan Blok Mahakam dari Total ke Pertamina atau perusahaan nasional sejenisnya, beberapa opini dari Total mengungkapkan ketidakmampuan Pertamina atau Indonesia mengelola Blok Mahakam. Bagi kalangan professional migas, mereka bahkan tertawa lepas perang opini mengingat para ahli migas Indonesia sudah menyebar overseas menangani proyek migas di luar negeri. Bahkan seorang senior saya, sudah menjadi pimpinan manager di salah satu konsultan ekplorasi produsen minyak terbesar di Arab Saudi.
Berbicara perebutan Blok Mahakam, bukan hanya persoalan sharing keuntungan, duit untuk daerah. Tapi transfer kompetensi tenaga ahli bagi masyarakat daerah, masyarakat Kalimantan Timur. Inilah hal yang tidak tersentuh dalam kericuhan perebutan Blok Mahakam. Hanya uang yang berkilau di depan mata. Tidak ada yang berpikir bagaimana menciptakan semacam company man company man muda dari masyarakat Kaltim.
Belajar dari Cina sebagaimana yang diceritakan Reynald Kasali saat bertandang di Senyiur, Samarinda tahun lalu. Cina, membuka tender proyek Pembangkit Listrik dari Eropa, nilai ratusan milyar dolar yang menggiurkan, akan tetapi, Cina mempersyaratkan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi untuk tenaga ahli Cina. Sedikit berat, tapi akhirnya disetujui oleh pemenang tender dari Eropa. Walhasil, kini Cina mampu membuat banyak pembangkit listirk serupa dari tenaga ahlinya sendiri, dan tentu saja lebih low cost.
Hal yang kurang terpikirkan para stake holder Kaltim untuk lebih serius melahirkan tenaga ahli asal Kaltim yang professional dan berkompeten dalam membangun Kaltim. Inilah saatnya menyelipkan butir syarat, jika masih sempat, agar, siapapun pemenang tender Blok Mahakam, wajib transfer sains dan teknologi kepada masyarakat Kaltim, dari tingkat supervisor hingga managerial. Jika tidak sekarang, kapan lagi ? Uang akan habis, namun ilmu pengetahuan akan menumbuhkan hutan uang yang lebih banyak, uang untuk membangun Kalimantan. Selamat Berjuang kepada rekan-rekan yang memperjuangkan Blok Mahakam dan semoga hasilnya signigikan untuk kesejahteraan seluruh masyarakat Kalimantan Timur.
Oleh

Nugra, ST

Koordinator Forum Peduli Borneo
@nugrazee

Tidak ada komentar:

Posting Komentar