Revitalisasi
peran UNMUL dalam pembangunan Kaltim
oleh Nugrasius
Dipublikasikan Tribunkaltim Januari 2013
Sejauh
mana peran dan kontribusi Universitas Mulawarman terhadap pembangunan di
Kalimantan Timur ? Suramnya wajah Kaltim hari ini dan ibukota propinsi
khususnya menunjukkan perlunya revitalisasi dan rekonstruksi peran rumah kaum intelektual
ini.
Carut
marutnya infrastruktur propinsi Kaltim, rusaknya lingkungan kota Samarinda
dengan opera banjir dan tata kota tak terencana, serta berbagai permasalahan
lainnya seharusnya menjadi sebuah tantangan bagi universitas yang memiliki 51
orang profesor ini. Sejumlah 151 doktor yang ‘terpenjara’ di gedung-gedung
universitas kebanggaan Kaltim ini seharusnya bisa memberikan solusi kreatif dan
inovatif terhadap persoalan sosial teknis yang dihadapi pemerintah dan
masyarakat Kaltim. Sayangnya kita sangat jarang menemukan konsep dan publikasi baik
berupa proposal blue print pembangunan Kaltim yang ideal dengan dasar-dasar
ilmiah maupun penelitian-penelitian ilmiah itu sendiri untuk meningkatkan
kualitas hidup masyarakat dan pemerintah.
Kemana Arah Unmul ?
Mengamati
visi Unmul yang berbunyi “Menjadi
Universitas Berstandar Internasional yang Mampu Berperan dalam Pembangunan
Bangsa Melalui Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian pada Masyarakat.. “
tampaknya bagai punuk merindukan bulan. Di era teknologi informasi saat ini,
publikasi ilmiah Unmul tenggelam dan tak bisa diakses masyarakat sehingga dalam
survey Webometric 2012 Unmul di peringkat 116 se-Indonesia dan ke 8579 sedunia.
Sedangkan menurut survey 4International Colleges and Universities 2012 Unmul di
peringkat 48 se-Indonesia dan ke 4982 sedunia.
Unmul yang digawangi Rektor Prof. Dr. H. Zamruddin
Hasid S.E, S.U. ini seolah bergerak tanpa target pencapaian yang jelas. Tidak
ada target waktu dan persentase untuk mencapai visi misi sasaran dan
peningkatan mutu universitas. Jika Institute Teknologi Bandung (ITB) memiliki doktor
sejumlah 745 orang, bagaimana upaya Unmul untuk mengejar ketertinggalannya yang
saat ini hanya seper enam nya ? Atau jumlah koleksi buku dan referensi ilmiah
di perpusatakaan Unmul yang hanya berjumlah 290.000 buah, separuh dari koleksi
Universitas Hasanuddin (UNHAS) sebanyak 520.000 buku. Atau tenaga pengajar
Unmul sejumlah 935 orang, separuh tenaga pengajar Universitas Gajah Mada (UGM) sejumlah
1.850 orang. Belum lagi tantangan peningkatan akreditasi beberapa fakultas /
jurusan di Unmul yang lulusannya tidak diakui dan ditolak menjadi CPNS, sehingga
CPNS di Kaltim justru banyak berasal dari luar daerah.
Pengelolaan anggaran sebesar 400 miliar setiap tahun
serta keberadaan universitas di propinsi lumbung energi dan
perusahaan-perusahaan besar, idealnya memposisikan Unmul sebagai universitas
unggulan baik secara kualitas maupun kuantitas dari semua aspeknya di Indonesia.
Ironinya, untuk membangun diri sendiri sebagai sebuah pusat intelektualitas
yang kredibel dan solutif, Unmul tampak tergopoh-gopoh, bagaimana pula
mengharapkan peran besar Unmul dalam dinamisasi pembangunan Kaltim ?
Revitalisasi dan Revolusi Unmul
Perlu
kerja keras yang intensif dari seluruh civitas akademisi Unmul, dari rektor dan
seluruh jajaran kabinetnya, BEM Unmul dan fakultas serta mahasiswa untuk
bersama-sama membenahi rumahnya sehingga bisa menjadi universitas yang
benar-benar berstandar internasional dan berperan terhadap pembangunan bangsa
dan Kaltim khususnya. Budaya kritis yang semakin kritis dari akademisi Unmul
mesti diasah kembali baik ke dalam (universitas) maupun keluar (masyarakat /
pemerintah). Unmul seharusnya menjadi garda terdepan dalam transparansi anggaran,
memberantas korupsi, efisiensi dan efektifitas pembangunan kampus, mengawal dan
mengkritisi pembangunan Kaltim dengan perspektif ilmiah, tidak terjebak pada pragmatisme
politik dan oportunis mencari proyek.
Unmul
membutuhkan gebrakan besar, loncatan dan revolusi untuk merubah kultur,
kebijakan dan metode perbaikan peningkatan mutunya sehingga bisa mengejar
ketertinggalan dengan universitas-universitas lainnya serta menjadi lebih
peduli dan solutif terhadap permasalahan-permasalahan yang terjadi di
sekitarnya. Sehingga keinginan untuk bisa memperoleh posisi Menteri Lingkungan
Hidup tidak menjadi bahan tertawaan mengingat kota tempat universitas ini
berdiri justru mengalami bencana lingkungan hidup yang sangat parah.
Harapan
besar masyarakat Kaltim terhadap Universitas Mulawarman yang telah berusia ke
50 ini sangat besar untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Jika Unmul tidak
mampu menjadi konseptor pembangunan, apakah kami harus berharap pada tukang
ojek, penjual bakso dan tukang parkir ? Semoga menjadi refleksi bagi civitas
Unmul untuk bangkit menjadi lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar