Bulungan Post, 5 Februari 2015
oleh Nugra,ST
Rekontruksi Paradigma Pembangunan Kaltara
Kalimantan Utara dengan 700.000
ribu penduduknya sedang bergerak take off menuju kemajuan di semua lini
kehidupannya. Sayangnya daerah Kalimantan Utara yang berbatasan dengan
Malaysia, masih seperti anak tiri dalam prioritas pembangunan baik nasional
maupun pemda.
Mayoritas proyek pembangunan yang
dirancang pemerintah berada di daerah pesisir. Daerah yang menjadi pusat
pertumbuhan dan ekonomi semakin di tingkatkan untuk menjadi metropolis
seperti Tarakan, Nunukan, Tanjungselor, sementara daerah pedalaman masih dalam
stagnasi menanti keajaiban turun dari langit. Ribuan kilometer jalan tol dan
jalur kereta api yang membentang dari Jawa Barat hingga Jawa Timur, terus
ditingkatkan terbang jauh di atas daerah pedalaman yang seolah tersistemasi
untuk tetap dijadikan bangsa tertinggal dan penonton di tengah kencangnya
progresifitas pembangunan Jakarta serta kota besar lainnya.
Pemerataan pembangunan sedikit
banyak terasa hanya simbolis untuk menghias jargon cinta NKRI yang diucapkan
ringan masyarakat perkotaan namun terasa kurang bermakna bagi masyarakat
pedalaman yang kesulitan akses jalan, pendidikan dan kesehatan. Revolusi mental
dan rekontruksi paradigma pembangunan daerah pedalaman / perbatasan perlu
dilakukan oleh pemerintah pusat, propinsi maupun kabupaten sehingga pembangunan
dapat terlaksana dengan tepat dan benar.
Identifikasi daerah
perbatasan/pedalaman sebagai beranda rumah atau lebih tepatnya beranda dengan
pagar penjara yang mengunci pertumbuhan ekonomi marsyarakat pedalaman wajib
segera dirubah menjadi beranda terbuka, yang tidak memandang negara tetangga
atau Malaysia sebagai negara musuh/haram yang selama ini menyebabkan pembatasan
pola interaksi, hubungan dagang dan ekonomi kampung-kampung atau kabupaten di
perbatasan.
Kurang mampunya pemerintah dalam
mempersiapkan sistem pengawasan daerah perbatasan beserta sarana pendukungnya
kemudian menghasilkan konsepsi pembangunan daerah perbatasan sebagai halaman
belakang rumah yang dibatasi tembok tinggi yang terlarang untuk dilintasi. Akan
tetapi pemerintah mempermanis kondisi halaman belakang dengan istilah beranda
Negara, istilah yang tetap membuat kampung-kampung di perbatasan kesulitan
akses ekonomi ke rumahnya sendiri, NKRI.
Bagaimanakah rekontruksi paradigma
model pembangunan yang tepat untuk daerah pedalaman sehingga dalam dekade ke
depan ekonominya dapat berkembang pesat? Pemerintah daerah harus menggunakan
model Negara Austria-Swiss (AS) sebagai contoh pola pembangunan.
Daerah Kabupaten Malinau,
Bulungan-Nunukan bagian Barat, Kutai Barat, Mahakam Ulu, Murung Raya (Kalteng)
serta Puttusibau (Kalbar) memiliki kondisi geografis yang sama dengan
negara-negara seperti Austria-Swiss, dimana daerah tersebut berada di tengah
benua/daratan yang tidak bersentuhan langsung dengan laut dan dikelilingan oleh
negara lainnya.
Negara Austria dengan luas 83.858
km2 (hampir seluas Bulungan 85.618 km2) berbatasan dengan Swiss di Barat,
Jerman di Utara, Hungaria di Timur dan Italia di Selatan. Terjepit oleh negara
lain namun negara ini justru menjadi negara terkaya ke 12 dunia dengan
pendapatan per kapita 420 juta rupiah per tahun (Kaltim 100 juta rupiah
pertahun, dua kalinya Indonesia), atau, penghasilan per bulan setiap warga
Austria sebesar 35 juta rupiah. Austria membuat jaringan jalan seperti jaringan
laba-laba ke segala penjuru ke segala negara tetangga, hanya dengan akses
tersebut Austria bisa mempertahankan dan meningkatkan perkonomiannya. Olehnya
Malinau, Nunukan, Bulungan hendaklah membuat masterplan pembangunan dengan
membuka banyak akses jalan termasuk ke Malaysia tanpa sungkan dan khawatir.
Dengan memposisikan kota/kabupaten sebagai terminal perlintasan perdagangan
dari daerah utara ke selatan/sebaliknya dan timur ke barat/sebaliknya maka
daerah perbatasan/pedalaman dapat berkembang pesat layaknya jalur sutra pada
masa lampau.
Dalam hal sumber energi, Austria,
62% menggunakan sumber energi terbarukan berupa tenaga air, angin, surya dan
biomass dan sumber dominannya menggunakan hydropower. Pemda dan DPRD kabupaten
perbatasan perlu melakukan kunjungan kerja pada negara Austria maupun Swiss
untuk kajian model masterplan.
Sementara Swiss dengan luas setara
Malinau yakni 41.290 km2 dikelilingi negara Perancis, Jerman, Italia dan
Austria. Swiss menjadi negara terkaya ke 9 dunia dengan pendapatan perkapita
450 juta per tahun. Negara ini mengandalkan perekonomiannya melalui ekspor
bahan kimia 34%, mesin/elektrik 20.9%, jam 17% serta mengandalkan aspek
perbankan dan turis. Tenaga air menjadi sumber energi terbesar yakni 56%, perlu
menjadi perhatian pemda setempat untuk lebih serius mempersiapkan sumber energi
berupa hydropower sebagaimana Swiss sehingga krisis listrik tak berkesudahan
bisa tertangani tuntas beberapa tahun ke depan.
Sebagai bonus, konsepsi yang perlu
dibangun oleh pihak eksekutif maupun legislative kabupaten perbatasan mesti
membangun kemandirian untuk memajukan kawasannya tanpa banyak bergantung dan
memelas pada propinsi maupun pemerintah pusat. Modal mental mandiri akan
mengasah inovasi dan kreasi dalam mempersiapkan masterplan dan RTRW yang
mendukung percepatan pembangunan. Lihatlah peta infrastruktur jalan kota Moskow
yang posisi kotanya mirip dengan Malinau dan Tanjungselor yang berada jauh dari
bibir pantai. Moskow membangun lebih 12 akses jalan ke segala penjuru arah mata
angin dengan kualitas jalan yang baik, tentu saja berimplikasi dalam
peningkatan dan pertumbuhan ekonominya yang PDRB dan pendapatan perkapitanya
hanya sedikit di atas Kaltim.
Jika Malinau dan Bulungan membuka
akses jalan yang bagus ke Malaysia, tentu saja Malaysia akan membantu menyambungkan
infrastruktur jalan dari perbatasannya ke pantainya Laut Cina Selatan. Maka hal
ini akan menggeser sebagian pusat perdagangan Indonesia yang semula berlabuh ke
Surabaya, Jakarta, Makassar atau Balikpapan dengan korelasi perdagangan dari
daerah utara Kalimantan seperti Cina, Jepang, Korea Selatan, kemudian berubah
membetuk sentral baru di pantai Sarawak dimana Malinau, pedalaman Bulungan,
Nunukan, Kubar, Murung Raya dapat menjadi sentral jalur perdagangan darat yang
ramai dan berkembang. Sehingga meningkatkan pendapatan pada sektor jasa dan
pajak. Tentu saja pemerintah hanya perlu memperkuat sistem pengawasan daerah
perbatasan, hal yang membuat daerah perbatasan hingga saat ini hidup bagai di
penjara. Hanya perlu menambah tim pengawas terpadu lintas sektor, dan
meningkatkan akses transportasi ke Negara tetangga, maka Bulungan, Malinau,
Nunukan, Tanatidung dan Tarakan pun dapat menjadi lebih maju dengan peningkatan
pendapatan perkapita/PDRB serta APBN-nya. Semoga bermanfaat untuk rekonsepsi
pembangunan wilayah Kalimantan Utara dan semoga terpilih Gubernur yang
visioner.
Koordinator Forum Peduli Borneo
Sedang berkelana di Sekayan